Di Balik Peristiwa Penyanderaan Pilot Susi Air, Mengapa Pemerintah Belum Bisa Membebaskan Sandera?

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Sudah hampir 5 bulan pilot Susi Air, Kapten Philips Marthen disandera KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya.
Sudah hampir 5 bulan pilot Susi Air, Kapten Philips Marthen disandera KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya.

Intisari-online.com - Sudah lima bulan sejak pilot Susi Air, Philips Mark Mehrtens, disandera oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya di Bandara Paro, Kabupaten Nduga, Papua.

Pesawat Susi Air yang dikemudikan oleh Philips dibakar oleh KKB setelah mendarat pada 7 Februari 2023.

Hingga saat ini, Philips masih disandera oleh KKB dan belum ada tanda-tanda pembebasannya.

Mengapa pemerintah belum bisa membebaskan pilot Susi Air yang disandera?

Apa saja kendala dan upaya yang dilakukan pemerintah untuk menyelesaikan kasus ini?

Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembebasan Philips:

1. Keselamatan korban dan warga sipil.

Pemerintah dan aparat keamanan mengedepankan pendekatan persuasif dan negosiasi untuk menghindari jatuhnya korban jiwa.

Pemerintah juga tidak ingin menimbulkan konflik baru dengan masyarakat Papua yang mungkin simpatik dengan KKB.

Selain itu, kondisi geografis Papua yang berbukit-bukit dan berhutan juga menyulitkan operasi militer untuk mengejar KKB.

2. Tuntutan KKB.

Baca Juga: Peristiwa KKB Minta Tebusan Rp5 Miliar: Ini Daftar Tebusan Terbesar dalam Sejarah, Ada yang Setara Total Dana Subsidi Mobil Listrik

KKB yang menyandera Philips memiliki tuntutan politik yaitu Papua Merdeka.

KKB juga meminta tebusan sebesar Rp 5 miliar untuk melepaskan Philips.

Pemerintah menolak tuntutan tersebut karena bertentangan dengan kedaulatan negara dan hukum.

Pemerintah juga tidak mau memberi kesan bahwa penyanderaan bisa menjadi cara untuk mendapatkan uang atau keuntungan politik.

3. Sikap Selandia Baru.

Philips merupakan warga negara Selandia Baru yang bekerja sebagai pilot Susi Air.

Pemerintah Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah Selandia Baru untuk menangani kasus ini.

Namun, sikap Selandia Baru dinilai kurang proaktif dan ngotot untuk membantu pembebasan Philips.

Selandia Baru hanya mengandalkan diplomasi dan tidak mau campur tangan dalam urusan internal Indonesia.

4. Peran Komnas HAM.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Papua ditunjuk sebagai salah satu negosiator untuk membantu pembebasan Philips.

Baca Juga: Di Balik Peristiwa Penculikan 5 Petugas BTS Oleh KKB, Bagaimana OPM Berdiri Di Tanah Papua?

Komnas HAM memiliki akses komunikasi dengan KKB dan berusaha membujuk mereka untuk melepaskan Philips secara damai.

Namun, peran Komnas HAM juga menuai kritik dari sebagian pihak yang menilai bahwa Komnas HAM hanya mengkritik aparat keamanan ketika melakukan tindakan di Papua, tetapi tidak berani menegur KKB yang melanggar hak asasi manusia.

Itulah beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembebasan pilot Susi Air yang disandera oleh KKB di Papua.

Pemerintah terus berupaya untuk menyelesaikan kasus ini dengan cara-cara yang bijaksana dan bertanggung jawab.

Presiden Joko Widodo sendiri telah menyatakan bahwa pemerintah tidak diam dan selalu menerima laporan perkembangan kasus ini.

Artikel Terkait