Intisari-Online.com - Nasi tumpeng adalah salah satu kuliner khas Indonesia yang tidak hanya lezat, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai budaya dan spiritual.
Nasi yang dibentuk kerucut dan ditata bersama dengan lauk-pauknya ini biasa disajikan dalam berbagai acara penting, seperti ulang tahun, syukuran, atau peringatan hari besar agama.
Namun, tahukah Anda apa makna filosofis nasi tumpeng yang terkandung di balik bentuk dan komposisinya?
Sejarah Nasi Tumpeng
Nasi tumpeng adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang memiliki sejarah panjang dan berakar dari tradisi masyarakat Jawa, Madura, dan Bali.
Menurut beberapa sumber, nasi tumpeng berasal dari tradisi purba yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para hyang atau arwah leluhur (nenek moyang).
Setelah masyarakat Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci Mahameru, tempat bersemayam dewa-dewi.
Meskipun tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa, tradisi tumpeng pada perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa.
Nasi tumpeng biasa disajikan dalam berbagai acara penting, seperti perayaan kelahiran, ulang tahun, syukuran, hingga hari besar keagamaan.
Nasi tumpeng juga menjadi salah satu simbol kemerdekaan Indonesia, karena pada tahun 1946, Presiden Soekarno menyajikan nasi tumpeng untuk merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama.
KOMENTAR