Imam Supriyanto membongkar keterkaitan Panji Gumilang dan NII KW 9 dan Ponpes Al-Zaytun sebagai salah satu program kerjanya.
Intisari-Online.com -Pernyataan tegas dilontarkan oleh Imam Supriyanto soal keterkaitan Pondok Pesantren Al-Zaytun dengan NII KW 9.
Dia juga buka-bukaan soal siapa sebenarnya Panji Gumilang, pemimpin ponpes yang terletak di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, tersebut.
Siapa sebenarnya Imam Supriyanto yang baru saja muncul di konten Gaspol Kompas.com, Rabu (5/7)?
Dalam keterangannya itu, Imam mengatakan bahwaAl Zaytun didirikan sebagai salah satu program NII KW 9.
Dia juga mengaku sempatmenjadi menteri dalam kabinet pemerintahan NII KW 9 pimpinan Panji Gumilang.
Masih menurut keterangannya, Panji Gumilang awalnya adalah Gubernur Komandemen Wilayah 9 yang meliputi Jakarta, Bogor, dan Tangerang.
Seiring dengan berubahnya peran Panji Gumilang, berubah juga status Ponpes Al-Zaytun.
"Panji Gumilang imam NII keenam sejakKartosuwiryo," katanya.
"Sebelumnya ada Kahar Muzakar, Agus Abdullah, Abu Daud, lalu Adah Jaelani."
"Waktu itu Panji Gumilang bilang, ini Yusuf kalau bersama kita, hubungan dengan luar negeri akan aman.
"Banyak koneksi kita. Sekarang dia dipercaya sebagai ketua Lembaga kemakmuran Masjid.
"Karena yayasan ini berpotensi saya ambil alih, dia sudah alirkan aset-aset ke Lembaga Kemakmuran Masjid, bukan lagi ke Yayasan. Dia masih aktif sebagai BIN."
Menurut Imam Supriyanto, yang tahu keberadaan MYR Agung Sedayu sebagai anggota Interpol dan BIN di Al Zaytun itu hanya dirinya dan Panji Gumilang.
"Baru sekarang-sekarang ini saja dibuka, orang mulai tahu. Mungkin juga sudah ada gejolak di tubuh Al Zaytun," katanya.
Imam mengatakan, bahwa Agung Sedayu jugalah yang mengaitkan Panji Gumilang dengan Moeldoko.
"Sering hadir di beberapa acara, datang saat acara Bela Negara, ceramah di 1 Muharam. Dengan kewenangan Pak Moeldoko, Panji Gumilang itu diberi akses kapan waktu ada gangguan dari pihak luar yang mengancam keamanan Al Zaytun, kontak saja ke Kapolres, Kapolda atau Mabes Polri."
"Nah informasi Pak Moeldoko ini yang melanjutkan adalah MYR Agung Sedayu, yang banyak komunikasi. Agung Sedayu sudah membuat perangkat untuk mengamankan Al Zaytun."
"Peralatan intelijen itu sudah cukup lengkap. Alat untuk ngejam handphone, pelacak sinyal itu sudah ada. Kan kata Pak Panji dalam waktu 5 menit saya bisa tahu nomor handphone, ciri orang, siapa identitasnya. Sekarang punya buzzer. Jadi kayak mau perang saja."
Masih menurut Imam,NII KW 9 punya misi untuk merekrut sumber daya manusia yang berkualitas berbasis akademik.
Lalu kata Imam, misi lainnya adalah menghimpun sejumlah barang dari jemaah NII.
"Segala apa yang dimiliki oleh anggota itu diserahkan ke NII, ke Panji Gumilang. Makanya ada orang punya warisan, dijual, punya usaha dijual, apa-apa dijual."
"Sampai dikumpulkan dengan kurs emas itu kita hitung tuh hampir 2 ton emas di zaman itu. Itulah yang dipakai untuk membangun Al Zaytun berikut operasionalnya."
Panji Gumilang sendiri selalu membantah keterkaitan dirinya dengan NII.
Dia bilang, NII sudah berakhir sejak 1962.
"Dia itu pembohong, dia bohongi kalian semua, bohong kepada media massa, kepada pejabat, kepada polisi. Seolah-olah dia itu hanya pemimpin Al Zaytun, padahal itu hanya pencitraan di permukaan. Di bawah tanahnya ya dia itu Imam NII."
Pendiri Al Zaytun itu berharap, kasus yang melibatkan Panji Gumilang dan Al Zaytun sekarang ini bisa benar-benar dituntaskan.
Karena di waktu dulu, isunya selalu muncul dan tidak pernah selesai.
"Ya yang paling gampang itu adalah menangkap Panji Gumilang, selesai semua masalah, karena induk persoalan ada di Panji Gumilang," tegasnya.
Siapa sebenarnya Imam Supriyanto?
Imam Supriyanto merupakan pendiri Yayasan Pendidikan Indonesia (YPI) yang membawahi Ponpes Al Zaytun Indramayu.
Imam Supriyanto sempat menceritakan pembangunan Ponpes Al Zaytun sebelum akhirnya dipimpin oleh Panji Gumilang.
Awalnya Imam memiliki keinginan untuk mendirikan pondok pesantren.
Ia pun berkerja sama dengan rekannya yang bernama Haji Sarwani untuk mendirikan Ponpes Al Zaytun.
Singkat cerita Imam bertemu dengan Panji Gumilang, yang kala itu seorang pedagang beras.
Setelah mengenal Panji, Imam tertarik mengajak kerja sama untuk mendirikan pesantren dan permintaan tersebut pun disetujui oleh Panji Gumilang hingga keduanya bekerja sama.
"Panji Gumilang itu dulu teman usaha dagang beras, beliau juga dagang beras dibawa ke Jakarta, saya kan di Subang dulu beli beras," ujar Imam Supriyanto.
"Akhirnya dari interaksi itu bicara-bicara lah saya pikir ini sosok bisa untuk diajak untuk mengembangkan pesantren kita ini," sambungnya.
Selang beberapa waktu, Al-Zaytun pun berdiri, dengan struktur organisasi yang telah jelas adanya.
Seiring berjalannya waktu, salah satu pendiri Ponpes Al Zaytun yaitu Haji Sarwani meninggal dunia.
Mengetahui hal tersebut, Imam pun langsung berkonsultasi dengan notaris.
Dari hasil konsultasi tersebut, ditetapkanlah Panji Gumilang sebagai pimpinan Ponpes Al Zaytun.
"Oleh karenanya di tahun 2005 itu, kita menambah personil badan pendiri yang pada waktu itu saya tinggal sendiri karena Pak Sarwani kan sakit bahkan terus meninggal," ujar Imam.
"Akhirnya kita berdua dengan Pak Panji saya konsultasi kepada Bu Irokayah sebagai notaris."
"Pendiri yang ada mengangkat dan menetapkan empat orang sebagai badan pendiri yaitu Panji Gumilang, Agung Sedayu, kemudian Abu Sabit dan Abdul Halim."
"Nah akhirnya dibuatlah susunan badan pembina diketuai oleh Panji Gumilang, sekretarisnya Abdul Halim, saya sebagai anggota dan beberapa anggota yang lain sehingga jumlahnya 13 orang," sambungnya.
Namun dikarenakan hal tersebutlah, tanpa sadar Imam Supriyanto tiba-tiba didepak dari pendiri Al Zaytun, dan dipimpin oleh Panji Gumilang seorang diri.
Imam tak menyangka bahwa Panji Gumilang menyebarkan ajaran yang sesat kepada para jemaah.
Padahal dulunya Al Zaytun memberikan ajaran yang normal sesuai akidah agama islam.
"Pada waktu itu belum terlihat seperti yang sekarang terjadi berjalan normal-normal aja," ujar Imam.
Di konten GASPOL Kompas.com, Imam juga mengungkapkan awal mula Ponpes Al Zaytun dijadikan program nasional NII KW 9.
Imam menjelaskan, keberadaan NII di Indonesia sejak zaman Kartosuwiryo, kemudian berlanjut ke Kahar Muzakar, lalu dilanjutkan oleh Agus Abdullah, Abu Daud dan Adah Jaelani.
Saat masa kepemimpinan Adah Jaelani itulah, NII yang tadinya hanya memiliki 7 wilayah komandemen, bertambah menjadi 9 wilayah komandemen.
"Wilayah komandemen 9 itu meliputi, Bekasi, Jakarta, Tangerang, Banten pada waktu itu," tutur Imam.
Untuk Jakarta sendiri memiliki tugas atau misi merekrut sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berbasis akademis hingga jenjang pendidikan S1, S2 dan S3.
Sehingga, perekrutannya dilakukan sendiri oleh organisasi NII. "Artinya lulus dari lembaga pendidikan yang dibuat oleh komandemen wilayah 9," tutur Imam.
Selain merekrut SDM yang berkualitas, misi dari wilayah Jakarta adalah menghimpun sejumlah dana.
Nantinya, dana dari Jakarta akan digunakan untuk menyubsidi kegiatan NII di wilayah-wilayah lainnya.
"Karena tahu Jakarta ini kan sumber dana. Jadi wilayah 9 itu akan menyubsidi ke wilayah-wilayah yang lain, begitu," tutur Imam.
Sementara itu, kata dia, sosok Panji Gumilang sendiri muncul ke permukaan karena dia merupakan pemegang estafet kepemimpinan NII setelah Adah Jaelani.
Imam mengungkapkan, dari sisi keberlangsungan estafet kepemimpinan, Adah Jaelani ada di urutan kelima.
Kemudian Panji Gumilang ada di urutan keenam.
"Nah, tadinya Panji pemimpin di wilayah 9, sekarang menjadi pemimpin nasional. Artinya negara Islam itu sendiri di tingkat atas, ada wilayah 1,wilayah 2 wilayah 3, terakhir wilayah 9," jelasnya.
"(Panji Gumilang) Imam. Disebutnya imam. Imam ya semacam presiden. Gitu. Imam NII," tegasnya.
Sedianya, lanjut Imam, Ponpes Al Zaytun menjadi program untuk komandemen wilayah 9.
Karena, Panji Gumilang menjadi imam atau presiden, maka ponpes tersebut menjadi program nasional dari NII.
"Tadinya program pendidikan ini hanya wilayah 9, karena Panji-nya naik ke atas jadi presiden, jadi imam, akhirnya Al Zaytun menjadi program nasional buat kami gitu," kata Imam.
"Saya kan bisa cerita karena saya pelaku. Dan saya salah satu menteri di kabinetnya Panji Gumilang. Nah itu latar belakang berdirinya Al Zaytun," tuturnya.
Imam lantas menyebutkan, sebagai lembaga pendidikan maka Al Zaytun berada di permukaan dan dikenal masyarakat.
Artinya, pergerakan ponpes tersebut berbeda dengan pergerakan NII yang bersifat 'bawah tanah' setelah organisasi tersebut dinyatakan terlarang sejak 1962.
Akhirnya, dirancang program di mana generasi yang menempuh pendidikan di ponpes tersebut bisa bergaul dengan publik nasional maupun internasional.
"Nah, ini kan pendidikan akan diciptakan generasi kita ini supaya bisa bergaul di pergaulan nasional, maupun internasional. Artinya dia harus tahu perangkat hukum, perangkat politik dan sebagainya, sistem yang ada di permukaan," tutur Imam.
Dengan kata lain, NII merancang agar alumni Al Zaytun bisa masuk di semua aspek kehidupan.
Untuk memperkuat sistem pendidikan tersebut, disusunlah program "one pipe education system" yang berjenjang sejak pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
"Semua aspek. Dan kita buat program yang namanya one pipe education system. Dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi. Itu satu generasi itu (menempuh pendidikan) 20 tahun kalau enggak salah," ungkap Imam.
"Itu pak Panji yang buat. Karena dia yang memang bidangnya. Kira-kira seperti itu," tambahnya.