Prinsip hidup itu ia tiru dari mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Pada tahun 1959, Hoegeng mengikuti pendidikan Brimob dan menjadi staf direktorat II Mabes Kepolisian Negara pada tahun 1960.
Ia juga ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai direktur jenderal imigrasi pada tahun 1960.
Saat menjabat sebagai dirjen imigrasi, ia meminta istrinya, Meriyati "Merry" Roeslani, untuk menutup toko bunga miliknya.
Alasannya, ia khawatir nantinya segala yang berurusan dengan imigrasi akan memesan bunga pada toko bunga milik sang istri.
Hal ini menurut Hoegeng tidak adil untuk penjual bunga yang lain.
Pada tahun 1965, Hoegeng diangkat sebagai menteri luar negeri dan pada tahun 1966, ia menjadi menteri sekretaris kabinet inti.
Pada tahun yang sama, ia menjadi deputi operasi Pangak dan deputi men/Pangak urusan operasi. Terakhir, pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara (yang kemudian berubah nama menjadi Kapolri) menggantikan Soetjipto Joedodihardjo.
Selama menjabat sebagai Kapolri, Hoegeng membawa perubahan besar dalam tubuh Polri.
Ia menegakkan disiplin dan profesionalisme, serta memberantas korupsi dan kejahatan.
Ia juga mengungkap berbagai kasus besar yang diduga berkaitan dengan keluarga Cendana, seperti penyelundupan mobil mewah, penyelundupan gula, dan kasus Malari.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR