Intisari-Online.com -Kabupaten Sigi yang terletak di Provinsi Sulawesi Tengah memiliki banyak keistimewaan, seperti keanekaragaman hayati, keindahan alam, kesenian, budaya, dan ekonomi. Salah satu keistimewaannya adalah adanya cagar biosfer Lore Lindu yang menjadi salah satu kawasan konservasi penting di Indonesia.
Sebagai salah satu anggota Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), sebuah jaringan kabupaten yang berkomitmen untuk menerapkan pembangunan lestari, Kabupaten Sigi akan menjadi tuan rumah Festival Lestari 5. Festival ini merupakan ajang tahunan yang diikuti oleh sembilan kabupaten anggota LTKL dari berbagai daerah di Indonesia.
Festival Lestari 5 akan diselenggarakan selama empat hari, yaitu dari tanggal 22 sampai 25 Juni 2023. Kegiatan festival akan berlangsung di dua tempat, yaitu Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Taiganja dan Bukit Indah Doda. Festival ini akan menampilkan berbagai acara yang bertujuan untuk meningkatkan semangat gotong royong dalam menciptakan pembangunan dan ekonomi yang berkelanjutan di Kabupaten Sigi.
Beberapa acara yang akan digelar antara lain adalah Telusur Rasa Lestari, Telusur Wisata dan Budaya Lestari, Pentas Seni dan Budaya, Petualangan Lestari Paralayang, Community Talks dengan topik-topik seputar kelestarian, dan Town Hall Muda.
Selain itu, ada juga acara utama yaitu Forum Bisnis dan Investasi untuk Inovasi Berbasis Alam yang merupakan forum pertama di Indonesia yang menghubungkan pelaku bisnis dan investor dengan inovator berbasis alam. Ada juga Potomu Ntodea atau Pasar Warga yang akan menampilkan produk-produk berbasis alam hasil karya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Kabupaten Sigi.
Dalam konferensi pers pembukaan Festival Lestari 5 di Bukit Indah Doda, Rabu (21/6/2023), Bupati Sigi, Mohamad Irwan Lapatta mengatakan bahwa Festival Lestari 5 adalah kesempatan untuk “mengaya” diri dengan belajar dari praktik-praktik dan inovasi pembangunan berbasis alam yang sudah dilakukan di kabupaten lainnya.
“Kira-kira 74 persen wilayah Kabupaten Sigi adalah kawasan konservasi dan hutan lindung, jadi sisanya itu kami manfaatkan untuk membangun dan mensejahterakan masyarakat Sigi,” kata Bupati Mohamad Irwan.
Ia juga berharap bahwa Festival Lestari dapat menjadi pendorong bagi pertumbuhan daerah dan kesejahteraan masyarakat Sigi yang berlandaskan pada pelestarian alam.
“Kami meyakini, bahwa ekonomi bukan hanya kerja yang ditujukan untuk mencari profit semata. Tapi juga menjaga alam dan masyarakat. Bahwa ekonomi juga mempertimbangkan aspek lainnya seperti budaya, kuliner, tradisi, seni, dan potensi lingkungan sekitar, agar ekonomi, masyarakat, dan lingkungan bisa selaras dan bisa tumbuh lebih baik,” tambahnya.
Berbagai rangkaian kegiatan pada Festival Lestari 5, kata Irwan, mendorong munculnya inovasi-inovasi yang dapat memantik pergerakan ekonomi masyarakat ke arah lebih baik.
Selain itu, rangkaian kegiatan sekaligus menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya memepertimbangkan kelestarian alam dalam rencana pembangunan daerah.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Ma’mun Amir yang juga menyatakan sambutan positif atas digelarnya Festival Lestari 5 di Kabupaten Sigi.
Ia menilai, Kabupaten Sigi dapat menjadi contoh kekompakkan antara pemerintah kabupaten (Pemkab) dan pemerintah provinsi (Pemprov) dalam menyusun visi pembangunan yang mempertimbangkan pelestarian lingkungan.
Pemprov Sulawesi Tengah, katanya, memberi keleluasaan kepada Pemkab untuk mengundang investor masuk ke wilayahnya. Namun, dengan catatan bahwa investasi tidak bersifat ekstraktif dan tidak mengganggu lingkungan.
Ia berharap, festival yang digelar di Kabupaten Sigi ini bisa menjadi peta jalan bagi konsep pembangunan berwawasan lingkungan di setiap daerah.
“Ini memang tidak bisa kita lakukan sendiri, tetapi dengan kerja gotong royong. Saya berharap ini bisa berjalan dengan baik,” harap Wagub Ma’mun.
Sebuah langkah maju untuk pembangunan lestari
Sementara itu, Perwakilan Balai Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), Arimijati dalam paparannya menyebut bahwa Festival Lestari 5 yang dilaksanakan di Kabupaten Sigi adalah langkah maju.
Sebagai perwakilan lembaga yang ditunjuk untuk menjaga cagar biosfer di Lore Lindu, ia memandang Festival Lestari 5 sejalan dengan konsep perlindungan, perawatan, dan pemberdayaan alam yang sudah tercantum dalam visi pembangunan hijau Kabupaten Sigi.
“Ada 72 desa yang jadi penyangga cagar biosfer di TNLL. Sebagian besarnya, yakni sekitar 48 desa berada di Kabupaten Sigi. Selebihnya, masuk wilayah Kabupaten Poso. Dari jumlah itu, 56 desa sudah melakukan kerjasama dengan TNLL. Kerjasama itu antara lain mencakup pemberdayaan ekonomi berbasis alam,” ungkapnya.
Dengan begitu, menurut Armijati, tidak ada alasan untuk menilai bahwa masyarakat menjadi terbatas dalam hal pemberdayaan ekonomi dengan adanya hutan di sekeliling tempat tinggalnya.
“Keberadaan TNLL justru mengambil peran penting untuk membantu meningkatkan ekonomi sekitar kawasan hutan lindung,” kata Armijati
Contoh-contoh praktik ekonomi lestari
Sejumlah pelaku usaha dan kelompok masyarakat yang turut diundang dalam konferensi pers juga memaparkan praktik-praktik ekonomi lestari yang sudah diterapkan untuk meningkatkan nilai komoditas khas Sigi. Mereka juga akan berbagi contoh-contoh praktik tersebut pada Festival Lestari 5.
Zaitun misalnya, salah seorang pengurus Koperasi Tani Vanili Simpotove, Kecamatan Palolo menyatakan, komoditas kakao yang dihasilkan koperasinya sudah tersertifikasi dan saat ini sedang merambah ke komoditas vanili.
“Ada pendampingan dalam mengelola komoditas-komoditas itu, seperti tidak menggunakan pestisida dan sebagainya,” akunya.
Begitu pula dengan Herri Ramdhani, seorang pelaku UMKM yang menggeluti bisnis kopi yang ditanam dibudidayakan di Kabupaten Sigi.
“Pada 2017 kami membawa kopi ke Jakarta, tapi semuanya ditolak karena kualitasnya jelek. Tapi sekarang setelah melalui pendampingan, alhamdulillah, kami malah sibuk memenuhi permintaan,” sebutnya.
Lain halnya dengan Nadya Sinimta Maulaning, anak muda yang tergabung dalam kelompok Gampiri Interaksi. Ia mengaku, kelompoknya difasilitasi untuk membangunkan lahan yang sudah produktif agar menjadi produktif lagi.
Tak hanya itu, sedikitnya 20 UMKM setempat sudah digiring ke dalam program inkubasi agar bisa bertransformasi dalam usaha.
“Praktik dan inovasi-inovasi seperti ini juga akan kita bagi pada forum-forum selama Festival Lestari 5,” tambahnya.
Sebagai informasi, Festival Lestari sebelumnya bernama Festival Kabupaten Lestari atau FKL. Festival pertama kali diluncurkan pada 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Festival di Kabupaten Sigi, Sulawesi tengah merupakan pelaksanaan ke-5 oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL).
LTKL adalah asosiasi kabupaten yang dibentuk dan dikelola oleh pemerintah kabupaten sebagai bagian dari kaukus Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) untuk mewujudkan visi ekonomi lestari dengan menjaga lingkungan dan mensejahterakan masyarakat lewat gotong royong multipihak.
Hingga kini, LTKL memiliki sembilan kabupaten anggota di enam provinsi di Indonesia dan bekerja berdampingan dengan 27 jejaring mitra multipihak tingkat global, nasional, dan daerah.
Festival Lestari 5 terselenggara berkat kerja sama antara Kementerian Investasi/BKPM, APKASI, LTKL, Forum Koordinasi dan Komunikasi Cagar Biosfer Lore Lindu, BRIN-MAB UNESCO Indonesia, Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Koalisi Ekonomi Membumi, GIZ SASCI+, dan Tropical Forest Alliance.
Festival Lestari hadir sebagai wadah promosi dan perayaan gotong royong multipihak untuk pembangunan lestari di kabupaten anggota LTKL.
Tema festival kelima ini adalah “Tumbuh Lebih Baik”. Tema itu merupakan sebuah harapan Provinsi Sulawesi Tengah untuk dapat bangkit lebih kuat dan lestari setelah mengalami bencana gempa, likuifaksi, dan badai Covid-19 yang menghancurkan ekonomi masyarakat.
Dengan aset alam yang demikian besar dan ditopang oleh kearifan lokal masyarakat yang mengajarkan untuk hidup harmonis dengan alam, Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya Kabupaten Sigi, berharap untuk bisa bertumbuh.
(Kontributor National Geographic Indonesia: Basri Marzuki)