Peninggalan Mataram Islam Masjid Agung Surakarta memadukan lima unsur budaya sekaligus: Islam, Jawa, Arabm Persia, dan Belanda.
Intisari-Online.com -Mataram Islam pindah ke Surakarta pada 17 Februari 1745.
Ketika itu Mataram Islam dipimpin oleh Sunan Paku Buwono II.
Selain bangunan keraton yang lebih besar dan megah dibanding keraton sebelumnya, yang ikonik dari Keraton Solo adalah Masjid Agung yang ada di barat laut keraton.
Persisnya di sebelah barat alun-alun utara.
Apa yang menarik dari Masjid Agung Surakarta ini?
Keraton Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo merupakan istana kelima Mataram Islam setelah Kotagede, Kerto, Pleret, dan Kartasura.
Karena pernah menjadi pusat Kerajaan Mataram Islam, Kota Surakarta pun memiliki situs sejarah lain selain keraton.
Salah satu situs sejarah yang sampai saat ini bisa dikunjungi, bahkan masih berfungsi seperti sedia kala adalah Masjid Agung Surakarta.
Tentu, Masjid Agung Surakarta dapat dijadikan destinasi wisata religi saat bulan Ramadhan nanti.
Masjid yang berada di kompleks Keraton Surakarta itu merupakan satu bagian dari catur gatra tunggal atau konsep tata ruang pusat kerajaan saat itu yang meliputi empat bagian, yakni keraton, masjid, pasar, dan alun-alun.
Menariknya lagi, masjid ini memiliki corak Islami, Jawa, Arab, Persia (Timur Tengah), dan Belanda yang menyatu menjadi satu kesatuan dalam masjid tersebut.
Lalu, bagaimana sejarah berdirinya masjid yang satu ini?
Menurut sekretaris Masjid Agung Surakarta,masjid itu dahulu didirikan oleh Raja Keraton Kasunanan Surakarta, yaitu Paku Buwono (PB) III.
Adapun, rintisan pembangunan Masjid Agung Surakarta juga dilakukan bersamaan dengan pembangunan keraton.
Pada masa pemerintahan Pakubuwana III, pembangunan masjid dimulai pada tahun 1757 dan diperkirakan selesai pada tahun 1768.
Informasi tersebut diketahui dari prasasti yang ada di dinding luar ruang utama Masjid Agung Surakarta.
Lalu, dalam perjalanan waktu, selalu diperbaiki oleh generasi-generasi raja berikutnya, dengan dukungan pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta.
Oleh pihak keraton, masjid itu sering digunakan untuk acara-acara tradisi Islami.
Antara lain, acara sekaten, malam selikuran, dan garebek Syawal.
Bangunan Masjid agung surakarta ini terdiri dari bangunan utama, bangunan sayap dan bangunan pendukung.
Bangunan utama ini terdiri dari ruang utama dan juga Maksura.
Ruang utamanya berukuran 32 m x 34 m dengan bentuk persegi panjang.
Selain itu di bangunan ini juga dilengkapi 11 pintu yang mana 5 pintu berada di sebelah timur, 3 pintu di sebelah utara dan 3 pintu lagi di selatan.
Fungsi dari ruang utama ini digunakan untuk salat para jemaah.
Selanjutnya ada Maksura yang merupakan ruangan dengan dinding berupa kaca yang berada di sudut barat daya bangunan utama masjid.
Maksura ini fungsinya ialah sebagai tempat salat bagi raja, permaisuri dan juga pangeran dan sekar kedatonnya.
Setelah mengetahui bangunan utama, yuk kita kulik bagaimana struktur bangunan sayap dari masjid ini.
Bangunan Sayap terdiri dari beberapa bagian, yaitu Pawestren,Pabongan, Serambi, Emper, Kolam dan Tratag Rambat.
Pawestren di Masjid Agung Surakarta ini berukuran 7,60 m x 28 m yang mana lantainya di lapisi dengan ubin keramik berwarna krem.
Adapun fungsi dari Pawestren ini ialah sebagi tempat salat bagi jemaah putri.
Pabongan berada di utara ruang utama masjid dengan ukuran 7,6 m x 26 m.
Serambi Masjid Agung Surakarta ini menempel dengan bangunan utama tepatnya berada di depan bangunan utama.
Adapun serambinya sendiri berbentuk persegi panjang dengan ukuran 20,80 m x 52,80 m.
Uniknya, bangunan utama Masjid Agung Surakarta di kelilingi oleh emper dan kolam yang berada di sisi selatan, timur dan utara dari bangunan utama.
Terakhir, ada Tratag rambat dan kuncung yang berfungsi sebagai pintu masuk utama yang berada pada poros.
Selain itu, ada beberapa bangunan pendukung lainnya seperti gerbang, sumur, menara, pager keling dan lain sebagainya.