Intisari-Online.com - Perjanjian Salatiga adalah kesepakatan yang ditandatangani pada 17 Maret 1757 oleh VOC, Pakubuwono III, Hamengkubuwono I, dan Raden Mas Said.
Perjanjian ini merupakan akhir dari pemberontakan Raden Mas Said yang dimulai sejak 1746 sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Pakubuwono II yang tunduk kepada VOC.
Melalui perjanjian ini, wilayah yang dikuasai oleh Raden Mas Said berhasil didapatkan dari sebagian wilayah Surakarta dan Yogykarta.
Perjanjian Salatiga menandai berdirinya praja atau negeri Mangkunegaran dengan Raden Mas Said sebagai Pangeran otonom yang menguasai wilayah tersebut.
Latar Belakang Perjanjian Salatiga
Perjanjian Salatiga adalah perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 17 Maret 1757 di Salatiga, Jawa Tengah.
Perjanjian ini diadakan untuk menyelesaikan perselisihan atas Perjanjian Giyanti tahun 1755 yang membagi wilayah Mataram menjadi dua kekuasaan, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Perjanjian Giyanti tidak menyudahi konflik di Jawa, karena masih ada pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Said, keponakan Pakubuwono II dan sepupu Mangkubumi (Hamengkubuwono I).
Raden Mas Said merasa dikecewakan oleh Mangkubumi yang bersekutu dengan VOC dan Pakubuwono II.
Ia terus melawan ketiga pihak tersebut dengan julukan Pangeran Sambernyawa.
VOC yang ingin mengakhiri peperangan dan mengamankan kepentingannya di Jawa, berusaha menengahi perundingan antara Raden Mas Said dengan Pakubuwono III dan Hamengkubuwana I.
Baca Juga: Kisah Pembangkangan Pangeran Sambernyawa, Sosok Pangeran Mataram Islam Yang Paling Bernyali
KOMENTAR