Kemudian mengalami kesedihan karena istrinya meninggal dunia.
Sultan Hamengku Buwana VIII akhirnya mengizinkan Ki Ageng Suryomentaram untuk hidup di luar istana.
Ki Ageng Suryomentaram kemudian menetap di desa Bringin, Salatiga, Jawa Tengah.
Di sana ia menjadi guru dari aliran kebatinan yang bernama Kawruh Begja atau Ilmu Begja yang berarti ilmu bahagia.
Ia mengajarkan ajaran moral seperti Aja Dumeh (jangan sombong), Aja Gumunan (jangan ragu-ragu), Aja Ketawa (jangan marah), Aja Kuminter (jangan sok pintar), dan lain-lain.
Lalu menulis banyak buku dan karangan tentang alam kejiwaan dan filsafat.
Ki Ageng Suryomentaram dikenal aktif menentang penjajahan Belanda dan Jepang.
Ia juga menentang Indonesia dijadikan ajang peperangan antara Belanda dan Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang, Ki Ageng berusaha keras untuk membentuk tentara.
Ia juga mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan memberikan bantuan moral dan materi kepada para pejuang.
Ki Ageng Suryomentaram meninggal dunia pada 18 Maret 1962 di usia 69 tahun.
Ia dimakamkan di desa Bringin, tempat ia menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai petani dan guru spiritual.
Ki Ageng Suryomentaram adalah contoh dari seorang pangeran yang rela melepaskan segala kemewahan dan kekuasaan demi mencari kebahagiaan sejati dan berbakti kepada bangsa dan negara.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR