Kisah Ki Ageng Suryomentaram, Pangeran Mataram Islam yang Memilih Menjadi Petani

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Sososk Ki Ageng Suryomentaram
Sososk Ki Ageng Suryomentaram

Intisari-online.com - Ki Ageng Suryomentaram adalah salah satu tokoh spiritual dan nasionalis yang berasal dari Yogyakarta.

Ia lahir pada 20 Mei 1892 dengan nama kecil Bendara Raden Mas Kudiarmaji.

Beliau putra ke-55 dari Sri Sultan Hamengku Buwana VII dan Bendara Raden Ayu Retnomandojo, putri Patih Danurejo VI.

Ia memiliki gelar kebangsawan Bendoro Pangeran Haryo Suryomentaram yang ia tanggalkan untuk hidup sebagai rakyat biasa.

Ki Ageng Suryomentaram memiliki jiwa yang gelisah dan mencari ketenangan batin.

Sering bersemedi di tempat-tempat sunyi seperti gua-gua dan pantai selatan.

Ia juga merasa iba melihat penderitaan rakyat jelata yang bekerja keras di sawah.

Suatu hari, ia memutuskan untuk meninggalkan istana dan mengembara di berbagai daerah sambil bekerja serabutan sebagai pedagang batik, petani, dan kuli.

Ia sempat menggunakan nama samaran Natadangsa.

Setelah ditemukan oleh utusan kraton, Ki Ageng Suryomentaram kembali ke istana tetapi tidak lama kemudian ia meminta izin untuk keluar lagi.

Ia tidak tahan dengan kehidupan mewah dan penuh aturan di keraton.

Baca Juga: Kisah Nyi Ageng Serang, Perempuan Ningrat dari Mataram Islam yang Menentang Kolonialisme

Kemudian mengalami kesedihan karena istrinya meninggal dunia.

Sultan Hamengku Buwana VIII akhirnya mengizinkan Ki Ageng Suryomentaram untuk hidup di luar istana.

Ki Ageng Suryomentaram kemudian menetap di desa Bringin, Salatiga, Jawa Tengah.

Di sana ia menjadi guru dari aliran kebatinan yang bernama Kawruh Begja atau Ilmu Begja yang berarti ilmu bahagia.

Ia mengajarkan ajaran moral seperti Aja Dumeh (jangan sombong), Aja Gumunan (jangan ragu-ragu), Aja Ketawa (jangan marah), Aja Kuminter (jangan sok pintar), dan lain-lain.

Lalu menulis banyak buku dan karangan tentang alam kejiwaan dan filsafat.

Ki Ageng Suryomentaram dikenal aktif menentang penjajahan Belanda dan Jepang.

Ia juga menentang Indonesia dijadikan ajang peperangan antara Belanda dan Jepang.

Pada masa pendudukan Jepang, Ki Ageng berusaha keras untuk membentuk tentara.

Ia juga mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan memberikan bantuan moral dan materi kepada para pejuang.

Ki Ageng Suryomentaram meninggal dunia pada 18 Maret 1962 di usia 69 tahun.

Baca Juga: Raja Mataram Islam yang Mengendarai Mobil Pertama di Indonesia, Seperti Apa Pakubuwono X dan Kiprahnya

Ia dimakamkan di desa Bringin, tempat ia menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai petani dan guru spiritual.

Ki Ageng Suryomentaram adalah contoh dari seorang pangeran yang rela melepaskan segala kemewahan dan kekuasaan demi mencari kebahagiaan sejati dan berbakti kepada bangsa dan negara.

Artikel Terkait