Intisari-online.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) adalah lembaga negara mandiri yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia di Indonesia.
Komnas HAM didirikan pada 7 Juni 1993 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto saat itu.
Tujuan pembentukan Komnas HAM adalah untuk membantu mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, Piagam PBB, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Sejak didirikan, Komnas HAM telah mengalami perkembangan dan tantangan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.
Pada periode awal kemerdekaan Indonesia, pemahaman hak asasi manusia masih terbatas pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik, dan kebebasan menyampaikan pendapat terutama dalam parlemen.
Pada periode demokrasi parlementer (1950-1959), pemahaman dan aktualisasi hak asasi manusia mengalami pasang surut sejalan dengan suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi.
Pada periode demokrasi terpimpin (1959-1966), kebebasan berpendapat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat sangat dibatasi oleh kekuasaan presiden.
Pada periode Orde Baru (1966-1998), pelanggaran hak asasi manusia terjadi secara sistematis dan masif.
Seperti pembantaian massal terhadap anggota dan simpatisan PKI, penindasan terhadap kelompok-kelompok politik oposisi, penyalahgunaan hukum untuk membungkam kritik, serta pengabaian terhadap hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya rakyat.
Pada periode Reformasi (1998-sekarang), Komnas HAM mendapatkan legitimasi hukum yang lebih kuat dengan dikeluarkannya UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mengatur tentang fungsi, tugas, wewenang, kedudukan, susunan organisasi, dan mekanisme kerja Komnas HAM.
Selain itu, Komnas HAM juga memiliki mandat pada tiga undang-undang lainnya yaitu UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dan UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Baca Juga: Bukan Karena Suporter Masuk Lapang, Terkuak Ini Penyebab Asli Tragedi Kanjuruhan Terjadi
Dengan dasar hukum yang lebih kuat ini, Komnas HAM dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat seperti peristiwa Trisakti-Semanggi I dan II, peristiwa Mei 1998, peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Talangsari 1989, peristiwa penculikan aktivis pro-demokrasi 1997-1998, peristiwa kerusuhan di Timor Timur 1999, peristiwa konflik di Aceh dan Papua.
Meskipun demikian, Komnas HAM juga masih menghadapi berbagai kendala dan tantangan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Beberapa kendala dan tantangan tersebut antara lain adalah kurangnya dukungan politik dari pemerintah dan DPR, kurangnya sumber daya manusia dan anggaran, kurangnya koordinasi dan sinergi dengan lembaga-lembaga lain yang terkait dengan hak asasi manusia, kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia, serta kurangnya pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja Komnas HAM.
Oleh karena itu, Komnas HAM perlu terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas dan kredibilitasnya sebagai lembaga negara yang bertanggung jawab atas perlindungan dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Komnas HAM juga perlu terus berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti pemerintah, DPR, lembaga peradilan, lembaga swadaya masyarakat, media massa, akademisi, dan masyarakat sipil dalam mewujudkan Indonesia yang demokratis, adil, dan sejahtera.
Komnas HAM juga perlu terus mengedukasi dan mengadvokasi masyarakat tentang pentingnya hak asasi manusia sebagai nilai dasar kemanusiaan yang harus dihormati, dilindungi, dan dipenuhi oleh semua orang.
Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya, Komnas HAM menyusun program kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan dan prioritas perlindungan dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Program kerja Komnas HAM terdiri dari dua program utama, yaitu program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya, dan program peningkatan pemajuan dan penegakan hak asasi manusia.
Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan internal Komnas HAM dalam hal administrasi, keuangan, kepegawaian, perencanaan, pengawasan, pengembangan organisasi, teknologi informasi dan komunikasi, serta hubungan masyarakat.
Program ini juga mencakup kegiatan-kegiatan yang bersifat umum dan rutin seperti rapat-rapat internal, kunjungan kerja, perjalanan dinas, bantuan hukum, serta fasilitas dan sarana prasarana.
Program peningkatan pemajuan dan penegakan hak asasi manusia bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan eksternal Komnas HAM dalam hal pengkajian dan penelitian, penyuluhan dan pendidikan, pemantauan dan penyelidikan, mediasi dan pengaduan, serta advokasi dan kerjasama.
Program ini juga mencakup kegiatan-kegiatan yang bersifat khusus dan strategis seperti penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat, pengawasan terhadap diskriminasi ras dan etnis, penanganan konflik sosial, serta pengembangan standar nasional hak asasi manusia.
Untuk mendukung program kerja tersebut, Komnas HAM membutuhkan anggaran yang memadai dan efisien.
Pada tahun 2020, Komnas HAM mengajukan usulan anggaran sebesar Rp 104 miliar kepada Kementerian Keuangan.
Namun, usulan tersebut hanya disetujui sebesar Rp 103,9 miliar atau mengalami pemotongan sebesar Rp 100 juta.
Oleh karena itu, Komnas HAM mengajukan penambahan anggaran sebesar Rp 10 miliar kepada DPR agar dapat melaksanakan program kerja dengan optimal.