Mereka juga mengklaim sebagai pewaris sah tahta Mataram karena memiliki garis keturunan langsung dari Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Islam.
Mereka kemudian mendirikan kerajaan tandingan yang disebut Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan ibu kota di Yogyakarta.
Perang Suksesi Jawa III berlangsung selama tujuh tahun (1742-1749) dengan melibatkan berbagai pihak, seperti VOC, Madura, Banten, Cirebon, Demak, Kediri, Blitar, dan Surabaya.
Perang ini berakhir dengan kemenangan Pakubuwono II dan VOC atas Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Garendi.
Namun, kemenangan ini juga berarti kekalahan bagi Kerajaan Mataram Islam yang harus terpecah menjadi dua bagian:
Kasunanan Surakarta Hadiningrat di bawah Pakubuwono II dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah Pangeran Mangkubumi.
Wafatnya Pakubuwono II
Pakubuwono II wafat pada 20 Desember 1749 di tengah-tengah perang saudara. Ia meninggal karena sakit di Surakarta, ibu kota kerajaannya yang baru dibangun setelah Kartasura dihancurkan oleh pemberontak.
Pakubuwono II dimakamkan di Astana Giribangun, sebuah kompleks pemakaman kerajaan di lereng Gunung Lawu.
Pakubuwono II meninggalkan 29 orang anak, 11 di antaranya adalah putra. Ia digantikan oleh putra sulungnya, Pakubuwono III, yang juga harus menghadapi perang saudara dengan adik-adiknya yang tidak puas dengan pembagian wilayah dan kekuasaan.
Perang saudara ini disebut sebagai Perang Suksesi Jawa IV, yang berlangsung hingga 1757.
Pakubuwono II adalah salah satu raja Mataram Islam yang kontroversial. Di satu sisi, ia dianggap sebagai raja yang lemah dan tunduk kepada VOC.
Di sisi lain, ia juga dianggap sebagai raja yang berjasa dalam membangun Surakarta sebagai pusat budaya dan seni Jawa.
Pakubuwono II juga dikenal sebagai raja yang gemar menulis puisi dan syair, serta mengoleksi naskah-naskah kuno.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR