Beberapa tokoh Islam, seperti Nurcholish Madjid, Dawam Rahardjo, dan Abdurrahman Wahid, mengkritik pemerintah Orde Baru yang dianggap otoriter, korup, dan tidak demokratis.
Mereka juga menolak ideologi Pancasila sebagai dasar negara dan mengusulkan agar Piagam Jakarta yang mengandung kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dimasukkan kembali ke dalam Pembukaan UUD 1945.
Soeharto sebagai presiden saat itu merasa terancam oleh gerakan Islam yang semakin berkembang dan berpotensi mengguncang stabilitas politik dan keamanan nasional.
Oleh karena itu, ia mencari cara untuk mengakomodasi aspirasi umat Islam sekaligus mengontrol dan menetralisir pengaruh mereka.
Salah satu langkah yang diambil oleh Soeharto adalah mendirikan MUI sebagai lembaga resmi yang mewakili umat Islam di Indonesia.
Tujuan dan Peran MUI
Menurut Pedoman Dasar MUI tahun 2005, tujuan pendirian MUI adalah untuk meningkatkan peran umat Islam dalam pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Selain itu, MUI juga bertujuan untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa, memperkuat ukhuwah Islamiyah, serta meningkatkan kualitas kehidupan beragama umat Islam.
Untuk mencapai tujuan tersebut, MUI memiliki beberapa fungsi utama, yaitu:
Memberikan fatwa atau pendapat hukum Islam tentang masalah-masalah keagamaan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Memberikan bimbingan dan pembinaan kepada umat Islam dalam bidang aqidah, ibadah, akhlak, muamalah, sosial-budaya, politik, hukum, ekonomi, pendidikan, dakwah, dan lain-lain.
Mengayomi umat Islam dari segala bentuk penindasan, diskriminasi, penyelewengan ajaran Islam, serta ancaman terhadap kedaulatan negara.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR