Mereka didukung oleh putra-putra Untung Surapati, kalangan ulama di istana, dan mendapatkan simpati dari sang ibu, Ratu Pakubuwono.
Tapi serangan mereka dapat dipukul mundur oleh pasukan VOC.
Pangeran Blitar dan Pangeran Purbaya pun mundur ke Yogyakarta, tepatnya di Kartasari yang pernah menjadi kedudukan Sultan Agung.
Di situlah Pangeran Blitar dinobatkan sebagai raja bergelar Sultan Ibnu Mustapa Pakubuwana Senapati Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Panatagama.
Pangeran Purbaya diangkat menjadi panglima perang bergelar Panembahan Purbaya.
Sultan Ibnu Mustapa terus memberontak terhadap Amangkurat IV, tetapi dengan cara berbeda.
Pemberontakan tidak dilakukan dengan serangan, tetapi dengan tidak menyerahkan upeti ataupun menghadap Amangkurat IV, dan melakukan perluasan wilayah.
Adik tiri Amangkurat IV, yakni Pangeran Dipanagara, juga memberontak.
Pangeran Dipanagara pada masa pemerintahan Pakubuwono I ditugaskan ke daerah Jawa Timur dan dinobatkan sebagai raja bawahan Mataram bergelar Panembahan Herucakra dengan kedudukan di Madiun.
Selain dari adik-adiknya, Amangkurat IV juga menghadapi penolakan dari pamannya, Arya Mataram.
Arya Mataram, yang awalnya tidak ambil tindakan, akhirnya memberontak dengan meninggalkan istana Kartasura menuju pesisir utara Jawa.
Di daerah Pati, Arya Mataram pun menobatkan diri menjadi raja dengan nama Sunan Kuning.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR