Intisari-online.com - Bali merupakan pulau yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya yang kaya.
Salah satu budaya yang menarik perhatian adalah tradisi pemakaman yang berbeda dari kebanyakan.
Di Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, jenazah orang yang meninggal tidak dikubur atau dikremasi, melainkan hanya diletakkan di bawah pohon Taru Menyan.
Desa Trunyan sendiri merupakan desa tua Bali kuno yang dikenal sebagai desa Bali Aga, yaitu penduduk asli pulau Bali.
Nama Trunyan berasal dari dua kata, yaitu Taru Menyan yang merujuk pada sebuah pohon besar yang berada di area pemakaman.
Pohon ini diyakini memiliki kemampuan untuk menghilangkan bau jenazah dengan aromanya yang harum.
Tradisi pemakaman di Desa Trunyan memiliki sejarah yang panjang dan legendaris.
Menurut cerita rakyat, Desa Trunyan didirikan oleh salah satu anak Raja Surakarta yang mencari sumber bau harum dari timur.
Anak tersebut akhirnya menemukan pohon Taru Menyan dan menikahi seorang perempuan cantik di sana.
Ia kemudian menjadi pemimpin desa dengan gelar Ratu Sakti Pancering Jagat.
Ada beberapa aturan dan syarat yang harus dipenuhi dalam tradisi pemakaman Desa Trunyan.
Baca Juga: Tradisi Larung Sesaji, Begini Cara Orang Jawa Mensyukuri Rezeki Dari Laut
Pertama, hanya orang-orang yang meninggal karena sakit alami atau tua yang boleh diletakkan di bawah pohon Taru Menyan.
Orang-orang yang meninggal karena kecelakaan, bunuh diri, atau pembunuhan harus dikubur di tempat lain.
Kedua, hanya ada 11 jenazah yang bisa diletakkan di sana sekaligus.
Jika sudah penuh, jenazah yang paling lama akan digeser ke samping untuk memberi tempat bagi jenazah baru.
Ketiga, jenazah harus diletakkan dalam posisi tertentu sesuai dengan arah mata angin dan dilengkapi dengan peralatan hidupnya seperti pakaian, perhiasan, dan alat musik.
Tradisi pemakaman Desa Trunyan merupakan salah satu warisan budaya yang unik dan langka di Indonesia.
Tradisi ini menunjukkan kepercayaan dan kearifan lokal masyarakat Bali Aga dalam menghormati alam dan leluhur mereka.
Bagi anda yang tertarik untuk mengunjungi Desa Trunyan dan melihat tradisi pemakamannya secara langsung, anda harus mempersiapkan diri dengan baik.
Desa Trunyan tidak mudah dijangkau karena terletak di tepi Danau Batur, atau tepatnya di daerah Kintamani, Kabupaten Bangli.
Anda harus menyeberang menggunakan kapal dengan menghabiskan waktu sekitar 20 menit.
Selain itu, anda juga harus menghormati adat dan budaya setempat.
Baca Juga: Megibung Bali, Tradisi Makan Bersama Saat Lebaran oleh Masyarakat Bali
Anda tidak boleh sembarangan dalam bertutur dan bersikap.
Anda juga harus mengikuti arahan dari pemandu wisata yang sudah berpengalaman.
Perempuan tidak diperbolehkan mendekati area pemakaman karena diyakini akan menimbulkan bencana.
Anda juga harus menjaga kebersihan dan tidak merusak lingkungan sekitar.
Meskipun terkesan angker dan mistis, Desa Trunyan juga menawarkan keindahan alam yang mempesona.
Anda bisa menikmati pemandangan Danau Batur yang indah dan segar.
Kemudian bisa melihat kehidupan masyarakat Bali Aga yang masih menjaga tradisi leluhurnya.
Lalu juga bisa mengabadikan momen pemandangan dan suasana Desa Trunyan melalui gawai atau kamera anda.
*Artikel ini dibuat dengan bantuan Ai