Tradisi Larung Sembonyo, Cara Masyarakat Trenggalek Mengungkapkan Rasa Syukur Atas Hasil Laut

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Penulis

Tradisi Larung Sembonyo, cara masyarakat Trenggalek mengucapkan syukur atas rezeki dari laut.
Tradisi Larung Sembonyo, cara masyarakat Trenggalek mengucapkan syukur atas rezeki dari laut.

Tradisi Larung Sembonyo, cara masyarakat Trenggalek mengucapkan syukur atas rezeki dari laut.

Intisari-Online.com -Beragam cara dilakukan masyarakat Nusantara mengungkapkan rasa syukur atas rezeki dari Sang Pencipta.

Masyarakat di pesisir Pantai Prigi, Watulimo, Trenggalek, Jawa Timur, punya tradisi Larung Semonyo.

Tradisi Larung Sembonyo adalah salah satu upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat setempat sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan kepada laut sebagai sumber rezeki dan kehidupan.

Upacara ini juga merupakan pengingat akan sejarah pernikahan Tumenggung Yudha Negara, utusan Kerajaan Mataram, dengan putri seorang nelayan yang bernama Sembonyo.

Upacara Larung Sembonyo biasanya dilaksanakan setahun sekali pada bulan Selo menurut penanggalan Jawa.

Upacara ini diawali dengan arak-arakan tumpeng raksasa dari Kecamatan Watulimo menuju Pantai Prigi.

Tumpeng raksasa ini terbuat dari beras dan lauk pauk yang disusun di atas pelampung yang terbuat dari pelepah pisang dan kayu.

Selama arak-arakan, ribuan warga menyaksikan dan ikut meramaikan suasana.

Setibanya di pantai, tumpeng raksasa kemudian dibawa ke tengah laut dengan menggunakan perahu nelayan.

Di tengah laut, tumpeng raksasa ini dilepas dan dibiarkan mengapung.

Ratusan warga yang menaiki perahu lainnya kemudian berlomba-lomba untuk mendapatkan tumpeng tersebut.

Dipercaya bahwa siapa pun yang berhasil mendapatkan tumpeng akan mendapatkan berkah dan keberuntungan.

Tradisi Larung Sembonyo telah berlangsung sejak tahun 1985 secara ramai dan besar-besaran.

Sebelumnya, tradisi ini sempat terhenti karena kondisi politik yang tidak mendukung.

Namun, dengan dukungan pemerintah kabupaten Trenggalek, tradisi ini kembali dihidupkan dan dilestarikan sebagai bagian dari kebudayaan lokal.

Tradisi ini juga menjadi daya tarik wisata bagi para pengunjung yang ingin menyaksikan upacara adat yang unik dan meriah.

Selain Larung Sembonyo, masyarakat Trenggalek juga memiliki tradisi adat lain yang berkaitan dengan laut, yaitu Larung Sesaji.

Larung Sesaji adalah upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Desa Karanggandu, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek.

Upacara ini merupakan bentuk rasa syukur dan permohonan kepada Tuhan agar diberikan keselamatan dan kesejahteraan.

Larung Sesaji biasanya dilaksanakan pada hari Jumat Kliwon menurut penanggalan Jawa.

Upacara ini diawali dengan doa bersama di Masjid Nurul Huda yang terletak di Desa Karanggandu.

Kemudian, warga membawa sesaji berupa tumpeng, buah-buahan, kue-kue, dan bunga ke Pantai Karanggongso.

Sesaji ini kemudian dibawa ke tengah laut dengan menggunakan perahu nelayan.

Di tengah laut, sesaji ini dilepas dan dibiarkan mengapung sambil didoakan oleh para tokoh agama.

Larung Sesaji telah berlangsung sejak zaman Kerajaan Majapahit.

Menurut cerita rakyat, tradisi ini bermula dari peristiwa tenggelamnya sebuah kapal yang membawa sesaji untuk Raja Majapahit.

Kapal tersebut terkena badai dan hancur di tengah laut. Sesaji yang terbawa arus kemudian terdampar di Pantai Karanggongso.

Sejak saat itu, masyarakat setempat mengadakan upacara Larung Sesaji sebagai penghormatan kepada sesaji tersebut dan sebagai permohonan agar terhindar dari bencana.

Tradisi ini juga menjadi salah satu ciri khas budaya Trenggalek yang patut dilestarikan.

Artikel Terkait