Ubarampe ini melambangkan ucapan terima kasih kepada sang pencipta, kepada alam, dan kepada para penjaga Gunung Merapi atas segala karunia dan keselamatan yang telah diberikan.
Prosesi Labuhan Merapi dimulai dari petilasan rumah Mbah Maridjan, juru kunci Gunung Merapi terdahulu yang gugur dalam erupsi tahun 2010.
Dari sana, para abdi dalem berjalan kaki menuju lokasi labuhan di Petilasan Srimanganti yang terletak di Pos 1 Merapi.
Di lokasi ini, mereka melakukan doa bersama dan meletakkan ubarampe di tempat-tempat tertentu.
Konon lokasi yang dipercaya sebagai tempat tinggal para penjaga gaib Gunung Merapi.
Tradisi Labuhan Merapi merupakan salah satu contoh tradisi bauran Islam-Jawa yang masih dilestarikan hingga saat ini.
Tradisi ini menunjukkan bahwa masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya memiliki kearifan lokal.
Serta menjalin hubungan harmonis dengan alam dan makhluk-makhluk gaib yang ada di dalamnya.
Tradisi ini juga menjadi tesis sederhana bahwa masing-masing tradisi akan bisa mempertahankan identitasnya lintas generasi.
Jika keduanya mampu saling berkompromi, berkolaborasi, dan berbagi khazanah.
Labuhan Merapi tidak hanya dilakukan oleh Keraton Yogyakarta, tetapi juga oleh masyarakat sekitar Gunung Merapi yang memiliki tradisi serupa.
Mereka juga membawa ubarampe atau sesaji yang berupa kain-kain, bunga-bunga, buah-buahan, dan barang-barang lainnya yang diserahkan kepada juru kunci Gunung Merapi untuk dilabuhkan atau diserahkan kepada para penjaga gaib Gunung Merapi.
Salah satu contoh masyarakat yang melakukan Labuhan Merapi adalah masyarakat Desa Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman.
Mereka mengadakan Labuhan Merapi setiap tahun pada bulan Syawal atau sebulan setelah Labuhan Merapi yang dilakukan oleh Keraton Yogyakarta.
Mereka percaya bahwa dengan melakukan Labuhan Merapi, mereka akan mendapatkan berkah dan keselamatan dari Gunung Merapi.
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR