Dari Suku Baduy Muncul Sampai Prabu Siliwangi Moksa: Inilah Dampak Kegagalan Sunan Gunung Jati Sebarkan Islam di Barat Jawa

Ade S

Editor

Kolase Sunan Gunung Jati dan Prabu Siliwangi
Kolase Sunan Gunung Jati dan Prabu Siliwangi

Intisari-Online.com -Sunan Gunung Jati adalah salah satu wali yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.

Namun, tidak semua penduduk Sunda mau menerima ajaran Islam yang dibawa oleh Sunan Gunung Jati.

Ada sebagian yang tetap memegang teguh kepercayaan dan adat istiadat mereka yang bersumber dari agama Hindu-Buddha.

Bahkan, ada juga yang memilih untuk menghilang dari dunia daripada masuk Islam.

Inilah kisah kegagalan Sunan Gunung Jati dalam mengislamkan penduduk Sunda dan dampaknya bagi perkembangan sejarah dan budaya di tanah Pasundan.

Upaya Sunan Gunung Jati Sebarkan Islam

Salah satu dari wali songo yang berjasa dalam menyebarkan Islam di Pulau Jawa adalah Sunan Gunung Jati.

Ia lahir dengan nama Syarif Hidayatullah pada tahun 1448 Masehi dan merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW.

Melansir kompas.com,Sunan Gunung Jati memiliki peran besar dalam penyebaran Islam di Cirebon, Jawa Barat

Ia mendirikan Kesultanan Cirebon pada tahun 1479 Masehi dan menjadikannya sebagai basis dakwah dan pemerintahan.

Baca Juga: Kisah Heroik Sunan Gunung Jati, Menaklukkan Sunda Kelapa Kemudian Mendirikan Kesultanan Banten

Tidak hanya di Cirebon, Sunan Gunung Jati juga berdakwah di daerah-daerah lain seperti Banten, Jakarta, Bogor, dan Bandung.

Ia memanfaatkan berbagai cara untuk mendapatkan simpati masyarakat, seperti menyampaikan ajaran Islam melalui seni, budaya, dan perdagangan.

Ia juga membangun masjid-masjid dan pesantren-pesantren sebagai sarana ibadah dan pendidikan.

Sunan Gunung Jati berupaya untuk mengislamkan seluruh warga Sunda, termasuk raja-raja dan bangsawan mereka.

Suku Baduy Muncul karena Menolak Islam

Namun, upaya Sunan Gunung Jati untuk mengislamkan penduduk Sunda tidak sepenuhnya berhasil.

Ada sebagian masyarakat yang tetap mempertahankan kepercayaan dan adat istiadat mereka.

Mereka adalah suku Baduy yang berasal dari Banten.

Suku Baduy dikenal sebagai suku yang menolak modernisasi dan sangat menjaga warisan adat serta tanah nenek moyang mereka.

Menurut sejarah, suku Baduy muncul karena menolak untuk menganut agama Islam yang dibawa oleh Sunan Gunung Jati.

Mereka menganggap bahwa Islam adalah agama asing yang tidak sesuai dengan budaya dan tradisi mereka.

Baca Juga: Berdarah Arab dan Keturunan Prabu Siliwangi Inilah Sunan Gunung Jati, Wali yang Membuat Putri Kaisar China Jatuh Hati

Mereka juga khawatir bahwa jika mereka masuk Islam, mereka akan kehilangan identitas dan kedaulatan mereka sebagai orang Sunda.

Oleh karena itu, mereka memilih untuk mengasingkan diri dari dunia luar dan hidup sederhana di pegunungan.

Prabu Siliwangi Memilih Moksa daripada Islam

Selain suku Baduy, ada juga tokoh penting dalam sejarah Sunda yang menolak untuk masuk Islam.

Ia adalah Prabu Siliwangi, raja terakhir dari Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Pakuan (sekarang Bogor).

Prabu Siliwangi adalah raja yang bijaksana, berani, dan disegani oleh rakyatnya. Ia berhasil mempertahankan kerajaannya dari serangan musuh-musuhnya, seperti Kerajaan Demak dan Kerajaan Cirebon.

Prabu Siliwangi juga merupakan penganut agama Hindu-Buddha yang taat.

Ia memiliki keyakinan bahwa ia adalah titisan Dewa Wisnu yang bertugas menjaga keseimbangan alam semesta.

Ia juga percaya bahwa ia memiliki misi untuk mempersatukan seluruh tanah Jawa di bawah kekuasaannya.

Ketika Sunan Gunung Jati datang ke Pakuan untuk mengajaknya masuk Islam, Prabu Siliwangi menolaknya dengan tegas.

Ia menganggap bahwa Islam adalah agama yang tidak cocok dengan ajaran leluhurnya.

Akhirnya, Prabu Siliwangi memutuskan untuk meninggalkan kerajaannya dan mencari tempat untuk mencapai moksa (menghilang) bersama prajurit-prajuritnya.

Moksa adalah konsep dalam agama Hindu-Buddha yang berarti melepaskan diri dari siklus reinkarnasi dan menyatu dengan Tuhan.

Prabu Siliwangi konon moksa di tempat yang sekarang disebut Pura Parahyangan Agung Jagatkarta, sebuah pura Hindu yang terletak di Bogor.

Ia dikabarkan dikawal oleh dua macan putih dan hitam yang merupakan penjaga kerajaannya.

Baca Juga: Metode Dakwah Sunan Gunung Jati dalam Proses Islamisasi di Tanah Jawa

K

Artikel Terkait