Intisari-online.com - Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan besar dan berjaya di Nusantara yang berdiri sejak abad ke-13 hingga abad ke-16.
Kerajaan ini mengalami pasang surut dalam sejarahnya, termasuk beberapa kali menghadapi pemberontakan dari dalam maupun luar.
Salah satu pemberontakan yang paling menonjol dan berdampak besar adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Ra Kuti, salah satu dari tujuh abdi dalem raja atau dharmaputra yang diangkat oleh Raden Wijaya, raja pertama Majapahit.
Ra Kuti bersama dengan enam abdi dalem lainnya, yaitu Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Juju, Ra Banyak, dan Ra Pangsa, merupakan pegawai istimewa yang disayangi raja.
Mereka memiliki kedudukan dan kekuasaan yang tinggi di kerajaan. Namun, ketika Raden Wijaya meninggal pada tahun 1309 dan digantikan oleh putranya Jayanegara, hubungan antara raja dan abdi dalem mulai memburuk.
Jayanegara dikenal sebagai raja yang lemah, amoral, dan suka menggoda istri-istri bangsawan.
Ia bahkan berkeinginan untuk menikahi dua saudara tirinya sendiri, Tribuana Wijayatunggadewi dan Rajadewi Maharajasa.
Perilaku Jayanegara ini menimbulkan kemarahan dan ketidaksukaan di kalangan abdi dalem dan bangsawan.
Beberapa di antara mereka kemudian melakukan pemberontakan terhadap raja.
Pemberontakan pertama dilakukan oleh Ra Semi pada tahun 1318 di daerah Lasem.
Namun, pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh pasukan Majapahit dan Ra Semi tewas dibunuh di bawah pohon kapuk.
Setelah itu, pemberontakan kedua dilakukan oleh Ra Kuti pada tahun 1319 di ibu kota Majapahit.
Pemberontakan ini lebih berbahaya karena berhasil mengusir Jayanegara dari istana.
Jayanegara berhasil melarikan diri ke desa Bedander di Bojonegoro dengan dikawal oleh Gajah Mada, seorang bekel atau perwira yang setia kepada raja.
Gajah Mada kemudian kembali ke ibu kota untuk mencari dukungan dari para pejabat dan rakyat.
Ia berhasil mengumpulkan pasukan loyalis dan menyerang balik pemberontak.
Ra Kuti akhirnya ditangkap dan dieksekusi mati bersama dengan lima abdi dalem lainnya yang terlibat dalam pemberontakan.
Hanya satu abdi dalem yang masih hidup, yaitu Ra Tanca.
Ra Tanca adalah seorang tabib kerajaan yang tidak ikut dalam pemberontakan Ra Kuti.
Ia diberikan kesempatan oleh Jayanegara untuk tetap mengabdi di kerajaan.
Namun, ternyata Ra Tanca masih menyimpan dendam dan ketidaksukaan terhadap Jayanegara.
Ia tidak tahan melihat perilaku raja yang tidak sesuai dengan moral dan adat istiadat kerajaan.
Baca Juga: Ki Ageng Wonokusumo: Sosok Pengumandang Azan di Era Kerajaan Majapahit
Ra Tanca merasa bahwa Jayanegara telah mencoreng nama baik Majapahit dan membahayakan masa depan kerajaan.
Kemudian, dia pun memutuskan untuk melakukan aksi pembunuhan terhadap raja.
Pada tahun 1328, Jayanegara menderita luka parah akibat serangan gajah liar saat berburu di hutan.
Lalu dirinya dibawa ke istana untuk mendapatkan perawatan dari Ra Tanca.
Namun, saat sedsaat sedang berobat. Ra Tanca memanfaatkan kesempatan itu untuk menikam Jayanegara dengan pisau bedah di bagian dada. Jayanegara pun tewas seketika.
Peristiwa pembunuhan ini mengejutkan seluruh kerajaan. Ra Tanca segera ditangkap dan dibawa ke hadapan Gajah Mada, yang saat itu sudah menjadi patih amangkubhumi atau perdana menteri.
Gajah Mada tidak memberikan kesempatan kepada Ra Tanca untuk menjelaskan motifnya. Ia langsung memerintahkan agar Ra Tanca dieksekusi mati dengan cara dipenggal kepalanya.
Apa sebenarnya motif Ra Tanca membunuh Jayanegara?
Apakah ia hanya didorong oleh rasa benci dan dendam terhadap raja yang tidak berbudi luhur?
Ataukah ia memiliki tujuan politik tertentu? Apakah ia berdiri sendiri atau ada orang lain yang terlibat dalam konspirasi pembunuhan ini?
Para sejarawan memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang hal ini. Ada yang menganggap Ra Tanca sebagai pahlawan yang berani menentang tirani Jayanegara.
Ada juga yang menganggap Ra Tanca sebagai pengkhianat yang mengancam stabilitas kerajaan.
Kemudian mengaitkan Ra Tanca dengan Gajah Mada, tokoh yang memiliki ambisi besar untuk mempersatukan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit.
Salah satu pendapat yang cukup populer adalah bahwa Ra Tanca dibantu atau bahkan didalangi oleh Gajah Mada dalam membunuh Jayanegara.
Alasan utama pendapat ini adalah karena Gajah Mada adalah orang yang paling diuntungkan dari kematian Jayanegara.
Dengan Jayanegara tiada, Gajah Mada dapat mengangkat Tribuana Wijayatunggadewi sebagai raja baru Majapahit.
Tribuana adalah saudara tiri Jayanegara yang sangat dekat dengan Gajah Mada. Ia juga merupakan istri dari Kertawardhana, adik Gajah Mada.
Dengan demikian, Gajah Mada dapat memperkuat pengaruhnya di istana dan mewujudkan cita-citanya untuk meluaskan wilayah Majapahit.