Bukan Sriwijaya Atau Majapahit, Ternyata Kerajaan Inilah yang Punya Pelabuhan Cikal Bakal Masuknya Penjajah Eropa ke Nusantara

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Kesultanan Banten
Ilustrasi - Kesultanan Banten

Intisari-online.com - Sriwijaya mungkin salah satu kerajaan Nusantara yang memiliki sejarah perdagangan luar biasa.

Begitu pula dengan Majapahit yang namanya tersohor hingga Asia Tenggara, namun bukan kedua kerajaan ini yang menjadi pintu masuknya penjajah Nusantara.

Rupanya kesultanan Banten merupakan kerajaan yang menjadi awal mula masuknya penjajah Eropa ke Nusantara, karena jaringan pedagangannya yang luas.

Pelabuhan Banten adalah salah satu pelabuhan tertua dan terpenting di Indonesia.

Pelabuhan ini memiliki sejarah panjang yang berkaitan dengan perkembangan perdagangan, politik, dan budaya di Nusantara.

Pelabuhan Banten juga menjadi saksi bisu dari kemegahan dan kemunduran Kesultanan Banten, salah satu kerajaan Islam terbesar di Jawa Barat.

Pelabuhan Banten mulai berkembang sejak abad ke-15, ketika Kerajaan Sunda membangun pelabuhan ini sebagai salah satu pusat perdagangan di selat Sunda.

Pelabuhan ini menjadi tempat bertemunya berbagai bangsa dan budaya dari Asia dan Eropa.

Kapal-kapal asing yang berasal dari Persia, Arab, India, Tiongkok, Inggris, dan Portugis, hilir mudik dari dan menuju Pelabuhan Banten.

Mereka membawa berbagai komoditas seperti rempah-rempah, kain, emas, perak, gading, dan budak.

Pada tahun 1526, Pelabuhan Banten berhasil ditaklukkan oleh Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati.

Baca Juga: Bukan Untuk Usir Penjajah, Ternyata Ini Motif Sultan Agung Menyerang VOC Di Batavia

Pelabuhan ini kemudian menjadi pangkalan militer dan kawasan perdagangan bagi Kesultanan Demak dan Kesultanan Cirebon.

Pada tahun 1552, Maulana Hasanuddin mendirikan Kesultanan Banten di wilayah bekas Banten Girang.

Ia merupakan putra dari Sunan Gunung Jati dan puteri Kerajaan Sunda.

Kesultanan Banten menjadi kerajaan Islam yang berdaulat dan berpengaruh di Jawa Barat.

Kemusian, Kesultanan ini menguasai seluruh perairan selat Sunda dan perkebunan lada di Sumatera Barat.

Kemudian kesultanan ini juga melakukan ekspansi ke wilayah Priangan, Cirebon, Palembang, dan Selat Malaka.

Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683).

Ia berhasil membangun ibu kota baru di Kota Anyer dan memperkuat pertahanan pelabuhan.

Namun, kejayaan Kesultanan Banten tidak berlangsung lama. Kedatangan Belanda pada tahun 1596 membawa dampak buruk bagi kesultanan ini.

Awalnya, Sultan Banten menyambut baik kedatangan Belanda karena mereka hanya berkonsentrasi pada masalah perdagangan.

Namun, Belanda ternyata memiliki niat jahat untuk menguasai pelabuhan dan monopoli perdagangan.

Baca Juga: Apa Persamaan Dan Perbedaan Historiografi Tradisional, Kolonial, Dan Modern Dalam Penulisan Sejarah Indonesia?

Belanda juga menunjukkan tabiat buruk dan tidak menghormati masyarakat setempat.

Konflik antara Banten dan Belanda meletus pada tahun 1680. Sultan Ageng Tirtayasa menyerang benteng Belanda di Batavia dengan bantuan Mataram dan Makassar.

Namun, serangan ini gagal karena adanya pengkhianatan dari putra Sultan Ageng Tirtayasa sendiri, yaitu Sultan Haji.

Sultan Haji bersekutu dengan Belanda untuk menggulingkan ayahnya. Akibatnya, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap oleh Belanda dan dibuang ke Batavia.

Sejak saat itu, Kesultanan Banten menjadi vasal VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda). K

esultanan ini kehilangan kedaulatan dan kemerdekaannya.

Pelabuhan Banten pun dikuasai oleh Belanda yang membatasi akses perdagangan bagi masyarakat setempat.

Kesultanan Banten terus mengalami kemunduran hingga akhirnya dikuasi oleh pemerintah Hindia Belanda secara keseluruhan.

*Artikel ini dibuat dengan bantuan Ai

Artikel Terkait