Intisari-online.com - Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan terbesar dan terkuat di Nusantara yang berdiri sejak abad ke-13 hingga abad ke-16.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1350-1389) yang berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia saat ini, serta sebagian wilayah Asia Tenggara.
Namun, mengelola kerajaan yang luas dan maju tidaklah mudah. Raja Hayam Wuruk harus menghadapi berbagai tantangan dan masalah, salah satunya adalah krisis keuangan.
Krisis keuangan adalah kondisi di mana pendapatan negara tidak mencukupi untuk membiayai pengeluaran negara, seperti pembangunan infrastruktur, pertahanan, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat.
Salah satu sumber pendapatan negara yang penting adalah pajak. Pajak adalah iuran wajib yang dibayar oleh rakyat kepada negara tanpa mendapatkan imbalan langsung.
Pajak digunakan untuk membiayai kepentingan umum dan mewujudkan kesejahteraan bersama.
Raja Hayam Wuruk menyadari bahwa pajak adalah salah satu cara untuk mengatasi krisis keuangan.
Namun, ia juga tidak ingin memberatkan rakyatnya dengan pajak yang tinggi dan tidak adil. Oleh karena itu, ia menerapkan sistem pajak progresif yang adil dan cerdas.
Pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.
Apa tujuan dari pajak progresif? Tujuan dari pajak progresif adalah untuk mendorong distribusi pendapatan yang lebih merata dan adil di masyarakat.
Orang-orang yang memiliki pendapatan atau harta lebih banyak harus membayar pajak lebih banyak daripada orang-orang yang memiliki pendapatan atau harta lebih sedikit.
Bagaimana Raja Hayam Wuruk menerapkan pajak progresif di kerajaannya?
Raja Hayam Wuruk menerapkan pajak progresif dengan membedakan jenis dan besaran pajak berdasarkan status sosial dan ekonomi rakyatnya.
Ia membagi rakyatnya menjadi tiga kelompok besar, yaitu
a. Golongan Ningrat
Golongan ningrat adalah mereka yang memiliki kedudukan tinggi di kerajaan, seperti raja, permaisuri, putra-putri raja, menteri, pejabat, bangsawan, dan ksatria. Golongan ini tidak dikenakan pajak sama sekali, bahkan mendapatkan berbagai hak istimewa dan fasilitas dari kerajaan.
b. Golongan Wong Cilik
Golongan wong cilik adalah mereka yang merupakan rakyat jelata yang bekerja sebagai petani, nelayan, pedagang, pengrajin, buruh, dan sebagainya. Golongan ini dikenakan pajak sesuai dengan jenis usaha dan pendapatannya.
Pajak yang dikenakan kepada golongan ini antara lain adalah pajak tanah, pajak usaha, pajak profesi, dan pajak eksploitasi sumber daya alam.
Pajak tanah adalah pajak yang dikenakan kepada pemilik tanah atau lahan pertanian. Besarnya pajak tergantung pada luas dan kualitas tanahnya.
Pajak usaha adalah pajak yang dikenakan kepada pelaku usaha seperti pedagang dan pengrajin. Besarnya pajak tergantung pada jenis dan omzet usahanya.
Pajak profesi adalah pajak yang dikenakan kepada pekerja berdasarkan profesi atau keahliannya. Besarnya pajak tergantung pada tingkat pendidikan dan pengalamannya.
Pajak eksploitasi sumber daya alam adalah pajak yang dikenakan kepada mereka yang memanfaatkan sumber daya alam seperti hutan, tambang, perikanan, dan sebagainya.
Besarnya pajak tergantung pada jenis dan jumlah sumber daya alam yang dieksploitasi.
Pajak-pajak ini diterapkan dengan sistem progresif, yaitu semakin besar pendapatan atau harta seseorang, semakin tinggi pula tarif pajak yang harus dibayarnya. Dengan demikian, raja Hayam Wuruk berusaha untuk mendorong distribusi pendapatan yang lebih merata dan adil di masyarakat.
c. Golongan orang asing
Golongan orang asing adalah mereka yang berasal dari luar wilayah kerajaan Majapahit, seperti pedagang atau pelancong dari Cina, India, Arab, Persia, dan sebagainya.
Golongan ini dikenakan pajak khusus yang disebut dengan pajak orang asing. Pajak ini bertujuan untuk melindungi usaha pribumi dari persaingan yang tidak sehat dan untuk mengendalikan arus barang masuk ke kerajaan.
Pajak orang asing dikenakan kepada mereka yang melakukan kegiatan usaha di wilayah kerajaan Majapahit. Besarnya pajak tergantung pada jenis barang dagangan dan lama tinggalnya di Jawa. Pajak orang asing ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
- Pajak orang asing tetap (pati), yaitu pajak yang dikenakan kepada orang asing yang menetap di Jawa selama lebih dari satu tahun. Pajak ini sebesar 10% dari nilai barang dagangannya.
- Pajak orang asing sementara (waktu), yaitu pajak yang dikenakan kepada orang asing yang tinggal di Jawa kurang dari satu tahun. Pajak ini sebesar 20% dari nilai barang dagangannya.
Dengan menerapkan pajak progresif yang adil dan cerdas, raja Hayam Wuruk berhasil menghindari krisis keuangan di kerajaannya.
Ia juga berhasil meningkatkan pendapatan negara dan kesejahteraan rakyatnya. Pajak progresif menjadi salah satu bukti kemajuan peradaban dan perekonomian kerajaan Majapahit. *
Artikel ini dibuat dengan bantuan AI
Baca Juga: Kisah Tragis Gajah Mada Gagal Wujudkan Sumpah Palapa Hingga Berakhir di Pengasingan