Intisari-online.com - Gajah Mada adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Majapahit dan Nusantara.
Ia dikenal sebagai mahapatih yang berhasil menyatukan berbagai wilayah di bawah kekuasaan Majapahit melalui sumpah Palapa.
Namun, sebelum mencapai puncak karirnya sebagai mahapatih, Gajah Mada telah melalui berbagai tahapan dan tantangan yang membentuk kepribadian dan kemampuannya.
Asal-usul Gajah Mada tidak diketahui secara pasti. Ia lahir sekitar tahun 1290-an di sebuah desa terpencil di tepi Sungai Brantas.
Tidak banyak informasi tentang keluarga dan pendidikannya. Yang jelas, ia memiliki semangat dan bakat yang luar biasa dalam bidang militer dan politik.
Gajah Mada memulai karirnya sebagai seorang prajurit Kerajaan Majapahit pada tahun 1313.
Ia bergabung dengan pasukan Bhayangkara, yaitu pengawal elit yang bertugas melindungi raja dan keluarga kerajaan.
Karena ketangkasan dan kecerdasannya, ia lantas diangkat menjadi bekel (panglima) Bhayangkara.
Sebagai bekel, Gajah Mada menunjukkan loyalitas dan keberanian yang tinggi dalam menghadapi berbagai ancaman dan pemberontakan yang mengganggu stabilitas Majapahit.
Salah satu peristiwa yang menonjol adalah pemberontakan Ra Kuti pada tahun 1319.
Ra Kuti adalah seorang bangsawan yang tidak puas dengan pemerintahan Jayanegara, raja kedua Majapahit. Ia menghasut rakyat untuk memberontak dan menyerang istana.
Baca Juga: Fakta Unik, Rombongan Kereta Hayam Wuruk Saat Turba Jawa Ternyata Menggunakan Nama Tumbuhan
Gajah Mada bersama pasukan Bhayangkara berhasil mempertahankan istana dari serangan Ra Kuti.
Ia juga berhasil mengejar dan menangkap Ra Kuti yang melarikan diri ke daerah Tumapel (Malang).
Atas jasanya ini, Gajah Mada mendapat penghargaan dari Jayanegara. Ia diangkat menjadi patih Daha, yaitu gubernur daerah Daha (Kediri), salah satu wilayah penting di Majapahit.
Sebagai patih Daha, Gajah Mada tidak hanya mengurus urusan pemerintahan, tetapi juga melanjutkan ekspansi militer Majapahit.
Ia berhasil menaklukkan beberapa wilayah yang memberontak, seperti Keta dan Sadeng.
Juga membantu Jayanegara dalam menghadapi serangan dari Kerajaan Singhasari, Kerajaan Pejeng (Bali), dan Kerajaan Dharmasraya (Sumatera).
Pada tahun 1328, Jayanegara meninggal akibat dibunuh oleh tabibnya sendiri. Ibu Jayanegara, yaitu Tribhuwana Wijayatunggadewi, naik tahta sebagai ratu ketiga Majapahit.
Ia mengangkat Gajah Mada sebagai patih Kahuripan, yaitu gubernur daerah Kahuripan (Surabaya), yang lebih besar dan strategis daripada Daha.
Sebagai patih Kahuripan, Gajah Mada terus memperkuat posisi dan pengaruhnya di Majapahit. Ia membangun hubungan baik dengan para bangsawan dan pejabat kerajaan.
Ia juga memperbaiki sistem administrasi dan hukum kerajaan. Ia mempersiapkan diri untuk mewujudkan cita-citanya yang lebih besar: menjadi mahapatih Amangkubhumi Majapahit.
Pada tahun 1331, Gajah Mada akhirnya mendapatkan kesempatan itu datang ketika Gayatri Rajapatni, ibu dari Tribhuwana Wijayatunggadewi, mengundurkan diri dari jabatan bhre Kahuripan dan memasuki kehidupan pertapaan.
Baca Juga: Pemberontakan Ra Kuti Dan Munculnya Mahapatih Majapahit Gajah Mada
Gajah Mada menggantikan posisinya sebagai bhre Kahuripan, dan sekaligus diangkat menjadi mahapatih Amangkubhumi Majapahit pada tahun 1334.
Dengan demikian, ia menjadi orang nomor dua di kerajaan setelah ratu.
Sebagai mahapatih, Gajah Mada memiliki wewenang yang luas dan tanggung jawab yang berat. Ia harus mengurus segala urusan kerajaan, baik dalam maupun luar negeri.
Lalu, menjaga keamanan dan ketertiban kerajaan dari gangguan musuh dan pemberontak.
Juga harus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dengan mengembangkan pertanian, perdagangan, dan industri.
Gajah Mada juga harus memperluas wilayah dan pengaruh kerajaan dengan melakukan ekspedisi militer dan diplomasi.
Untuk mewujudkan cita-citanya, Gajah Mada mengucapkan sumpah Palapa pada saat pelantikannya sebagai mahapatih.
Sumpah Palapa adalah janji untuk tidak memakan palapa (makanan berbumbu) sebelum berhasil menyatukan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit.
Sumpah ini menunjukkan tekad dan ambisi Gajah Mada yang sangat besar untuk menjadikan Majapahit sebagai kerajaan terbesar dan terkuat di Asia Tenggara.
Dalam kurun waktu sekitar 30 tahun, Gajah Mada berhasil memenuhi sumpahnya dengan menaklukkan berbagai wilayah di Nusantara.
Ia memimpin pasukan Majapahit dalam berbagai perang dan ekspedisi, seperti perang Bedahulu (1343) melawan Kerajaan Pejeng di Bali, perang Bubat (1357) melawan Kerajaan Sunda di Jawa Barat, dan ekspedisi Pamalayu (1350-1375) melawan Kerajaan Dharmasraya di Sumatera.
Ia juga menjalin hubungan baik dengan beberapa kerajaan lain, seperti Kerajaan Champa di Vietnam, Kerajaan Ayutthaya di Thailand, Kerajaan Sri Lanka di Sri Lanka, dan Kekaisaran Yuan di China.