Pemberontakan Ra Kuti Dan Munculnya Mahapatih Majapahit Gajah Mada

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Sepak terjang Gajah Mada bermula ketika dia memimpin pasukan untuk menumpas pemberontakan Ra Kuti terhadap penguasa Majapahit Raja Jayanegara.
Sepak terjang Gajah Mada bermula ketika dia memimpin pasukan untuk menumpas pemberontakan Ra Kuti terhadap penguasa Majapahit Raja Jayanegara.

Sepak terjang Gajah Mada bermula ketika dia memimpin pasukan untuk menumpas pemberontakan Ra Kuti terhadap penguasa Majapahit Raja Jayanegara.

Intisari-Online.com -Bagi para pencinta sandiwara radio, terutama serial Mahkota Mayangkara (sekuel Tutur Tinular) tentu tak asing dengan nama Ra Kuti.

Dalam serial itu, Ra Kuti digambarkan sebagai satu dari beberapa orang yang menguasai Aji Segoro Geni, ajian sakti yang bisa bikin musuhnya gosong.

Tapi Ra Kuti bukan tokoh rekaan semata, nama itu benar-benar ada.

Fakta mengejutkannya, dia bisa dibilang sebagai pemberontak Majapahit pertama yang berhasil mengusir Raja dari istananya.

Siapa sebenarnya pemuda yang sejak muda ngebet jadi raja itu?

Ra Kuti merupakan tokoh sejarah yang terlibat dalam pemberontakan terhadap Raja Jayanagara, raja kedua Kerajaan Majapahit.

Dia adalah anggotaDharmaputra, yaitu pejabat tinggi yang disayangi raja Majapahit.

Lembaga ini dibentuk oleh Raden Wijaya, raja pertama Majapahit.

Dharmaputra berjumlah tujuh orang, yaitu Ra Kuti, Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa.

Karena ini adalah lembaga tinggi kerajaan,Dharmaputra memiliki kedudukan khusus di Majapahit.

Mereka dianggap sebagai pengawal setia raja dan memiliki hak istimewa.

Kitab Pararaton menyebut Dharmaputra sebagai "pengalasan wineh suka" atau "pegawai istimewa yang disayangi raja".

Mereka juga memiliki kekuasaan di daerah-daerah tertentu.

Ra Kuti sendiri berkuasa didaerah Pajarakan yang sekarang menjadi Kabupaten Probolinggo.

Pemberontakan Ra Kuti didasari oleh rasa tidak puas terhadap Raja Jayanagara yang dianggap lemah dan mudah dipengaruhi.

Kitab Pararaton menyebut Raja Jayanagara dengan nama Kalagemet yang berarti "lemah" atau "jahat".

Selain itu, asal-usul Jayanagara juga menjadi alasan ketidaksukaan para Dharmaputra.

Jayanagara bukanlah anak Raden Wijaya dari istri permaisuri, melainkan dari istri selir.

Ibunda Jayanagara adalah Dara Petak, putri Kerajaan Dharmasraya dari Sumatera.

Jayanagara juga berdarah campuran, bukan turunan murni dari Kertanagara, raja terakhir Kerajaan Singasari yang merupakan pendahulu Majapahit.

Pemberontakan Ra Kuti terjadi pada tahun 1241 Saka atau 1319 Masehi.

Ra Kuti bersama beberapa Dharmaputra lainnya mengadakan kudeta terhadap Raja Jayanagara.

Mereka menyerang istana dan membunuh beberapa pejabat kerajaan.

Raja Jayanagara berhasil melarikan diri dengan bantuan Gajah Mada, mahapatih Majapahit yang saat itu masih berpangkat bhayangkara (prajurit).

Gajah Mada kemudian memimpin pasukan kerajaan untuk menumpas pemberontakan Ra Kuti.

Pertempuran sengit terjadi di daerah Tumapel (sekarang Malang) antara pasukan Gajah Mada dan pasukan Ra Kuti.

Akhirnya, Gajah Mada berhasil mengalahkan dan menangkap Ra Kuti beserta pengikutnya.

Pemberontakan Ra Kuti memberikan dampak besar bagi sejarah Majapahit.

Pertama, pemberontakan ini menunjukkan adanya ketidakstabilan politik di dalam kerajaan.

Raja Jayanagara tidak mendapatkan dukungan penuh dari para pejabatnya.

Bahkan, beberapa pejabat tinggi seperti Dharmaputra berani memberontak terhadap raja.

Kedua, pemberontakan ini menunjukkanperan penting Gajah Mada sebagai tokoh militer dan politik di Majapahit.

Gajah Mada memulai kariernya sebagai bhayangkara (prajurit) yang berhasil menyelamatkan raja dari pemberontakan Ra Kuti.

Atas jasanya itu, ia diberi jabatan Patih Daha dan kemudian Patih Kahuripan.

Ia kemudian menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi, putri Jayanagara yang menggantikan ayahnya sebagai raja.

Gajah Mada membantu Tribhuwana memperluas wilayah Majapahit melalui berbagai ekspedisi militer.

Dia juga mengucapkan Sumpah Palapa, yaitu sumpah untuk tidak memakan palapa (makanan berbumbu) sebelum berhasil menyatukan Nusantara di bawah kekuasaan Majapahit.

Artikel Terkait