Akhirnya Terbongkar, Begini Cara Orang Zaman Majapahit Membayar Pajak

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Penulis

Ternyata penyelewengan pajak sudah pernah terjadi di era Majapahit. Bagaimana cara masyarakat saat itu membayar pajak?
Ternyata penyelewengan pajak sudah pernah terjadi di era Majapahit. Bagaimana cara masyarakat saat itu membayar pajak?

Ternyata penyelewengan pajak sudah pernah terjadi di era Majapahit. Bagaimana cara masyarakat saat itu membayar pajak?

Intisari-Online.com -Pajak ternyata sudah diatur sedemikian rupa di masa Majapahit (1293-1521).

Di masa itu, ada bermacam pajak yang dikenakan kepada rakyat, seperti pajak tanah, pajak usaha, pajak profesi, pajak orang asing, dan pajak eksploitasi sumber daya alam.

Tim khusus yang bertugas mengurus pajak disebut sang manilala drawya haji.

Mereka memiliki sistem pemungutan pajak yang terstruktur dan jelas.

Rakyat harus membayar pajak kepada bekel (pengawas tanah lungguh) di lapangan.

Bekel kemudian menyerahkan pajak kepada petugas perantara, lalu kepada patuh.

Baru setelah itu, pajak sampai ke tangan bendahara kerajaan.

Namun, sebelum diserahkan ke atas, sebagian pajak diambil sebagai “jatah” oleh pemungut pajak.

Menurut Dwi Cahyono, sejarawan dari Universitas Negeri Malang, seperti dilansir Kompas.ID, pengaturan pajak di masa lalu sangat rapi dan transparan.

Semua tercatat dan diketahui oleh semua pihak.

Salah satu contohnya adalah waktu pemungutan pajak yang dilakukan setiap akhir bulan atau saat titi loman (titi leman) atau bulan mati.

“Ini menunjukkan bahwa rakyat diberi kesempatan untuk menikmati hasil usahanya terlebih dahulu, baru di akhir bulan wajib membayar pajak," kata Dwi.

"Ini berbeda dengan sistem pemungutan pajak sekarang yang dilakukan di awal hingga pertengahan bulan."

Tak hanya transparan, pajak di zaman Majapahit juga sangat terperinci.

Menurutnya, besaran atau nilainya ditentukan dan dicatat dalam bentuk ketetapan.

"Kalau sudah ditetapkan, tetapi tidak dipenuhi, ya obyek pajak akan kena sanksi. Sistem rinci ini membuat orang punya pedoman," katanya.

"Inilah yang kemudian menjadi fair karena hakmu kamu ambil dulu. Tapi kamu punya kewajiban juga di akhir bulan. Istilahnya sekarang adalah transparan dan akuntabel. Apalagi, pemungut pajaknya tidak tunggal, tetapi berjenjang."

Lalu apakah ada penyelewangan pajak di era itu?

Menurut Dwi, seper halnya sekarang, ketika itu pajak yang sudah ditata rapi itu pun masih punya peluang untuk diselewengkan.

Ada prasasti yang secara detail menceritakan penyelewangan pajak di masa Majapahit.

Dalam prasasti itu diceritakan adanya protes dari masyarakat terkaitpajak yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Untungnya, penguasa cukup mengakomodasi protes tersebut dan bersedia menghitung ulang kewajiban pajak tersebut.

Dan, rata-rata memang terjadi kesalahan perhitungan.

Boechari dalam bukunya Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti (2018) menyebutkan:

"Penindasan atau pembebanan pajak yang terlalu berat oleh penguasa daerah bisa diadukan langsung kepada raja. Jika memang melihat benar ada keberatan rakyatnya, Raja akan meringankan beban rakyat tersebut. Hal itu tampak pada Prasasti Sarwadharma pada tahun 1191 Saka."

Salah satu kejadian penyelewengan pajak di era Majapahit terjadi di Desa Tija.

Mejurut Djoko Dwijanto dalam buku700 Tahun Majapahit (1293-1993), Suatu Bunga Rampai,peristiwa penyelewengan pajak terungkap setelah ada pengaduan dari Rakryan Jasun Wungkal kepada Sri Maharaja.

Dia mengaku karena pajak yang dipungut di Tija tidak diserahkan ke nayaka (bagian dari pemungut pajak di mana salah satunya adalah si Jasun Wungkal).

Raja kemudian memanggil para pihak dan menanyakan soal pajak tersebut.

Ditemukan, ternyata pajak digunakan untuk menjamu panguran (penarik pajak) yang meminta lebih dari hak yang seharusnya.

Begitulah bagaimana cara masyarakat membayar pajak di zaman Majapahit.

Artikel Terkait