Ki Ageng Wonokusumo: Sosok Pengumandang Azan di Era Kerajaan Majapahit

Ade S

Editor

Ilustrasi azan.  Ki Ageng Wonokusumo, muadzin yang mengumandangkan azan dari bukit Wonotoro di era Kerajaan Majapahit.
Ilustrasi azan. Ki Ageng Wonokusumo, muadzin yang mengumandangkan azan dari bukit Wonotoro di era Kerajaan Majapahit.

Intisari-Online.com -Baru-baru ini, seorang pemuda asal Indonesia bernama Dhiyauddin berhasil memenangi lomba azan di Arab Saudi.

Ia mengalahkan ratusan peserta dari berbagai negara dengan suara azannya yang indah dan fasih.

Ia mendapatkan hadiah berupa uang tunai dan kesempatan untuk mengumandangkan azan di Masjidil Haram, Mekkah.

Prestasi Dhiyauddin ini tentu membuat bangga seluruh umat Islam di Indonesia. Ia menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam bidang azan.

Namun, tahukah Anda bahwa salah satu sejarah menarik tentnag azan di Indonesiaterjad dizaman kerajaan Majapahit?

Siapakah Ki Ageng Wonokusumo? Bagaimana kisah hidupnya? Apa perannya dalam sejarah perkembangan Islam di Jawa? Simak ulasan lengkapnya dalam artikel berikut ini.

Pengumandang Azan di Bukit Wonotoro

Ki Ageng Wonokusumo adalah salah satu tokoh Islam yang hidup pada masa Kerajaan Majapahit.

Ia dikenal sebagai muadzin yang mengumandangkan azan dari puncak bukit Wonotoro di Gunungkidul, Yogyakarta.

Azan yang ia lantunkan terdengar sampai ke wilayah Giring, tempat ayahnya Ki Ageng Giring III, dan Bayat Klaten, tempat Sunan Pandanaran.

Baca Juga: Kisah Saat Rasulullah Tunjuk Bilal bin Rabah Kumandang Azan Pertama di Dunia

Ki Ageng Wonokusumo merupakan anak dari Ki Ageng Giring III, salah satu keturunan Brawijaya V, raja terakhir Majapahit.

Setelah dewasa, ia pergi ke arah timur laut dan menetap di Desa Gedangrejo Karangmojo.

Di sana ia menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang halus dan bijaksana.

Ia juga menjalin hubungan kebatinan dengan ayahnya dan Sunan Pandanaran, salah satu wali yang menyebarkan Islam di Jawa Tengah.

Ki Ageng Wonokusumo memiliki keistimewaan dalam mengumandangkan azan.

Ia mampu membuat suaranya terdengar jauh dan merdu tanpa menggunakan alat bantu apapun.

Ia memilih bukit Wonotoro sebagai tempat azan karena di sana ia merasa lebih dekat dengan Allah SWT.

Dari puncak bukit tersebut, ia bisa melihat pemandangan alam yang indah dan menenangkan hati.

Azan Ki Ageng Wonokusumo tidak hanya menjadi panggilan shalat bagi umat Islam di sekitarnya, tetapi juga menjadi sarana dakwah bagi mereka yang belum masuk Islam.

Azan tersebut menarik perhatian banyak orang yang penasaran dengan suara yang menggema dari bukit.

Mereka kemudian mendatangi Ki Ageng Wonokusumo dan mendengarkan penjelasannya tentang Islam.

Baca Juga: Jangan Lewatkan Salat Subuh Lagi, Adzan Subuh Ternyata Bermanfaat Mencegah Serangan Jantung, Kok Bisa?

Dengan cara ini, banyak orang yang kemudian memeluk agama Islam.

Ki Ageng Wonokusumo meninggal dunia pada tahun 1575 Masehi.

Ia dimakamkan di bukit Wonotoro, tempat ia biasa mengumandangkan azan.

Makamnya kini menjadi tempat ziarah bagi banyak orang yang menghormati jasanya dalam menyebarkan Islam.

Ki Ageng Wonokusumo dianggap sebagai salah satu tokoh Islam yang berjasa dalam sejarah kerajaan Mataram Islam.

Baca Juga: Ini Tradisi Jawa Saat Kelahiran Bayi yang Dilakukan Menurut Primbon Jawa, dari Kumandangkan Azan, Tanam Ari-Ari yang Harus Dilakukan oleh Ayah Bayi, Hingga Brokohan

Artikel Terkait