Intisari-Online.com – Masyarakat Jawa mengenal banyak tradisi yang biasanya dilakukan secara turun-temurun.
Bahkan beberapa tradisi yang mereka jalankan, sesuai dengan Primbon Jawa yang mereka yakini hingga saat ini.
Tradisi yang dilakukan ini bahkan dimulai sebelum bayi tercipta, artinya sejak sepasang muda-mudi akan menikah, sudah harus melewati tradisi ini.
Seperti, pernikahan yang dilakukan pada hari baik disesuaikan dengan weton dari pihak laki-laki dan perempuan, agar pernikahan dapat berjalan dengan baik.
Lalu, syarat-syarat yang harus dilengkapi mulai dari upacara siraman dengan segala uba-rampenya.
Ketika hamil, ada larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar oleh ibu hamil, dan segala hal tradisi yang dilakukan agar bayi lahir dengan sehat dan tidak kurang suatu apa pun.
Tibalah saat yang dinanti-nantikan, yaitu kelahiran bayi.
Menurut Kitab Primbon Betaljemur Adammakna, setelah bayi lahir, maka hal pertama yang dilakukan adalah mengumandangkan azan, di telinga kakan bayi dan mengumandangkan iqomah di telinga kiri bayi.
Sebelum mengumandangkan azan dan iqoman, maka jangan sampai orang lain menyentuhnya, kecuali bidan atau dokter yang bertugas membantu kelahiran.
Azan dan iqomah dikumandangkan dengan tujuan agar bayi tidak diganggun oleh iblis.
Setelah azan dan iqoman, maka bacakan surat inna anjalna (surat Al Qodar) di telinga kanan dan kulhu (surat Al Ikhlas) sebanyak tiga kali di telinga kiri.
Memotong usus
Pada zaman dahulu memotong usus menggunakan pisau dari bambu (welat) dan harus dilapisi kunyit.
Kemudian darah yang keluar disapukan pada bibir bayi.
Welat kemudian disimpan atau bisa ditimbun bersama kunyi dan ari-ari.
Karena sekarang sudah zaman modern, para dokter memotong usus dengan alat modern yang higienis.
Perlu diingat bahwa kebersihan mutlak diperlukan sebab untuk menghindari infeksi atau akibat negatif yang tidak diinginkan.
Menanam ari-ari
Menanam atau menimbun ari-ari dilakukan sendiri oleh ayah si bayi.
Ada juga yang menghanyutkan ari-ari di sungai atau ada juga yang menggantungnya di pojok luar rumah.
Sebelum ditimbun, ari-ari dimasukkan dalam kendil degnan alas daun sente (sejenis umbi talas) dan diberi kembang boreh (bunga untuk sesaji), kunyit yang digunakan untuk memotong, jarum, benang, minyak wangi, garam, ikan petek, 2 bungkusan sirih, dan kemiri.
Jangan lupa diberi huruf Jawa, Arab, Latin, dan uang secukupnya.
Kendli tersebut kemudian ditutup dengan kain putih.
Sebenarnya menimbun ari-ari, menghanyutkannya di sungai, atau pun menggantung di pojok luar sama baiknya.
Tidak ada yang salah, semua tergantung kebiasaan saja.
Kopohan
Kopohan adalah kain yang digunakan pada saat melahirkan.
Biasanya kain yang digunakan dalam proses melahirkan dicuci.
Pencuci kopohan diberi uang secukupnya dan seikhlasnya sebagai semacam penebus.
Perlu diinga setelah kain tersebut dicuci, jangan dipakai kembali oleh ibu yang melahirkan tadi.
Bekas kain yang digunakan untuk selimut bayi pada waktu sakit.
Beberapa orang mempercayai kain kopohan itu dapat menyembuhkan bayi sewaktu sakit.
Brokohan
Brokohan berasal dari kata ‘brokoh’ yang berarti kenduri untuk anak.
Jadi, bisa dikatakan bahwa brokohan adalah selamatan untuk anak.
Berbagai jenis makanan yang disajikan untuk brokohan, antara lain nasi, lauk-pauk (daging, jeroan, mata, sayur menir, dan pecel ayam), dawet, telur mentah sesuai sejumlah neptu hari dan pasaran, serta gula merah.
Demikianlah tradisi masyarakat Jawa yang sering dilakukan saat menantikan kelahiran bayi. (ktw)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari