Intisari-Online.com -Penyanderaan pilot Susi Air, Philip Mark Merthens (37) oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya di Papua telah berlangsung selama 2 bulan sejak 7 Februari 2023.
Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda kemajuan dari proses negosiasi yang dikatakan tengah dilakukan oleh pihak-pihak terkait.
Kondisi ini bak mengingatkan pada Operasi Mapenduma yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan Prabowo 27 tahun lalu.
Kala itu, Prabowo sampai membutuhkan waktu 129 hari untuk bisa membebaskan para sandera yang ditawan oleh kelompok yang masih dinamai Operasi Papua Merdeka.
Lalu bagaimana strategi yang dijalankan oleh Prabowo? Berhasilkan strategi tersebut?
Kala Prabowo Butuh 129 Hari
Operasi Mapenduma merupakan operasi militer untuk membebaskan 26 peneliti yang tergabung dalam Ekspedisi Lorentz 95.
Mereka disandera oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Jayawijaya, Papua.
Operasi pembebasan sandera ini memakan waktu selama 129 hari .
Penyanderaan berawal ketika sekelompok peneliti sedang melakukan ekspedisi selama tiga bulan mulai November 1995 hingga Januari 1996 di Taman Nasional Lorentz, sebuah kawasan alam liar seluas hampir 2,4 juta hektare di pegunungan tengah Papua.
Dari 26 sandera, tujuh orang di antaranya Warga Negara Asing (WNA). Empat orang Inggris, dua Belanda dan seorang warga negara Jerman .
Sebagai pimpinan tertinggi operasi tersebut, Prabowo yang saat itu menjabat sebagai Danjen Kopassus bertanggung jawab terhadap keselamatan para sandera.
Untuk membebaskan para sandera tersebut, Prabowo menerjunkan prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Pasukan elite TNI AD ini bersama dengan sejumlah pihak di antaranya Komite Palang Merah Internasional (ICRC) melakukan upaya mediasi.
Upaya mediasi mulai menemukan titik terang, pada 13 Januari 1996, sembilan sandera dibebaskan di Desa Jigi, Kecamatan Tiom.
Mereka terdiri dari empat karyawan puskesmas, tiga aparat desa dan dua guru sekolah dasar di Mapenduma.
Hubungan Tiba-tiba Terputus
Pada 25 Januari, Daniel Koyoga, komandan operasi yang berada di bawah komando langsung Kelly Kwalik memutuskan hubungan.
Selanjutnya, pada 7 Februari 1996, ICRC mengirimkan tim untuk membantu upaya pembebasan sandera.
Dalam pertemuan antara kedua belah pihak, ICRC meminta pembebasan sandera dengan damai dilakukan pada 25 Februari 1996.
Namun, permintaan itu ditolak oleh Kogoya. Alasannya, pembebasan tak dapat dilakukan tanpa izin dari pimpinan OPM di Papua Nugini.
Setelah Kogoya menolak membebaskan sandera yang tersisa, upacara adat pelepasan sandera di Geselama pada 8 Mei 1996 berakhir dengan Kelly Kwalik mengubah keputusannya di menit terakhir dan menolak membebaskan sandera kecuali Papua merdeka.
Berubahnya keputusan Kelly membuat pembebasan sandera dengan jalan negosiasi berubah jadi operasi militer.
Pada 15 Mei, militer Indonesia dipimpin Kopassus berhasil membebaskan sembilan sandera. Dua sandera lainnya tewas terbunuh di tengah hutan. Di pihak OPM, 8 orang tewas dan 2 lainnya ditangkap.