Intisari-Online.com - PadaSelasa (7/2/2023),seorang pilot dan 5 penumpang pesawat Susi Air belum diketahui keberadaannya usai pesawat tersebut dilaporkan dibakar di Bandara Paro.
Tak lama kemudian, Panglima Kodam XVII/Cenderawasih Mayjen M. Saleh Mustafa mengabarkan, pilot Philips Marthen (37) ini dibawa oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Representative Susi Air Donal Fariz mengungkapkan, awalnya pesawat itu hilang kontak pada pukul 06.17 WIT.
Lalu, pesawat itu dilaporkan terbakar.
Donal mengatakan, pihaknya sedang memeriksa lebih lanjut apakah pesawat tersebut mengalami kendala teknis sehingga terbakar.
Namun, ia meyakini, pesawat yang dipiloti Philip Marthen (37) dan ditumpangi lima orang itu tidak terbakar.
Sebab, menurutnya, pendaratan terjadi dengan baik.
"Tapi, itu agak jauh dari dugaan kebakaran dan hal-hal teknis yang muncul dari pesawat itu sendiri, karena posisi mendarat dengan baik," kata Donal.
Kabar terbaruRabu (8/2/2023),Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan seluruh penumpang pesawat Susi Air dengan nomor registrasi PK-BVY yang dibakar sesaat usai mendarat di Bandara Paro, Nduga, Papua Pegunungan, sudah bisa dievakuasi.
"Untuk penumpang saat ini semuanya sudah bisa diamankan, sudah dievakuasi," kata Sigit di Hotel Sultan, Jakarta.
Terlepas dari itu, peristiwa ini mengingatkan pada operasi Kopassus yang membebaskan sandera pembajakan Woyla di Thailand.
Mundur ke tahun 1981, pesawat dengan nomor penerbangan GA-206 rute Jakarta-Palembang-Medan pada waktu itudibajak oleh kelompok yang menyebut sebagai Komando Jihad.
Pesawatdibajak hingga dipaksa menuju Bandara Don Mueang, Thailand.
Para pembajak menuntut agar pemerintah RI membebaskan para tahanan yang terlibat penyerangan Kosekta 8606 Pasir Kaliki (Bandung), tahanan dalam kaitan teror Warman (yang terjadi di Raja Polah 22 Agustus 1980), dan tahanan yang terlibat Komando Jihad tahun 1977/1978.
Mereka meminta uang 1,5 juta dollar AS.
Operasi Woyla adalah salah satu kisah sukses pasukan khusus Korps Baret Merah dalam membebaskan sandera dan melumpuhkan para pembajak pesawat.
Operasi 3 menit
Operasi khusus ini mendapat perhatian internasional karena dilakukan di luar wilayah Indonesia.
Nama "Woyla" sendiri diambil dari nama sungai di Aceh Barat yang mengalir dari Gunung Peuetsagu di Kabupaten Pidie dan bermura di Samudra Hindia.
Operasi yang hanya memakan waktu tiga menit itu dilakukan tim antiteror Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) yang sekarang dikenal dengan Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus).
Pembebasan dilakukan oleh Tim antiteror Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha), yang sekarang bernama Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus).
Pasukan inilah yang menjadi cikal bakal satuan Detasemen-81/Antiteror, lalu menjadi Satuan-81/Gultor (Penanggulangan Teror).
Senjata yang digunakan Kopassus dalam Operasi Woyla: MP5
Ketua Tim Pembebasan Sandera: Letnan kolonel Sintong Panjaitan.
Korban meninggal dunia:
Letnan Capa Achmad Kirang
Kapten Pilot Herman Rante
4 pembajak.
Baca Juga: Asmujiono: Sosok Prajurit Kopassus 'Cebol' yang Gapai Puncak Everest
(*)