Fenomena mudik kemudian pada 1960-an mendapat perhatian dari pemerintah.
Di sekitar tahun-tahun itu, jalur-jalur kereta api dari masa kolonial kembali dihidupkan di seluruh wilayah untuk memudahkan warga pulang ke kampung halaman.
Dalam perkembangannya, mudik juga dilakukan dengan moda transportasi bus, kapal, pesawat, bahkan mulai tahun 1980-an orang banyak mudik menggunakan kendaraan pribadi.
"Sampailah ke era sekarang yang kita lihat tadi itu telah berlangsung sekitar 70 tahun dalam skala yang besar, kalau sebelumnya hanya skala personal," kata Yuanda.
Meski begitu, mudik sebagai istilah ternyata baru benar-benar populer pada 1970-an.
Menurut Silverio, sejak saat itu mudik dikenal sebagai tradisi yang dilakukan oleh perantau untuk kembali ke kampung halamannya dan berkumpul bersama keluarga, khususnya ketika Lebaran.
Sementara, menurut Yuanda Zara, istilah mudik mulai banyak digunakan di tahun 1980-an.
Sebelumnya, masyarakat lebih lazim menggunakan istilah pulang kampung, lebara, halal bi halal, atau yang lain.
Bagi masyarakat Jawa, "mudik" diartikan sebagai mulih dhisik atau pulang dulu.
"Mudik menurut orang Jawa itu kan dari kata mulih dhisik yang bisa diartikan pulang dulu," kata Silverio.
"Hanya sebentar untuk melihat keluarga setelah mereka menggelandang (merantau)."
Sedangkan masyarakat Betawi mengartikan mudik sebagai "kembali ke udik".
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR