Jadi Hasil Akultusari Bengkulu-India, Benarkah Tradisi Tabot Terkait dengan Cucu Nabi Muhammad?

Ade S

Editor

Tradisi Tabot di Bengkulu, benarkah terkait dengan Cucu Nabi Muhammad?
Tradisi Tabot di Bengkulu, benarkah terkait dengan Cucu Nabi Muhammad?

Intisari-Online.com -Bengkulu memiliki sebuah tradisi yang unik dan menarik, yaitu Tradisi Tabot.

Tradisi ini dilakukan setiap tahun pada bulan Muharam dalam rangka menyambut Tahun Baru Islam.

Namun, tahukah Anda bahwa Tradisi Tabot ternyata memiliki kaitan dengan cucu Nabi Muhammad SAW, yaitu Husein bin Ali?

Bagaimana sejarah dan prosesi Tradisi Tabot ini? Simak ulasan lengkapnya dalam artikel ini.

Apa itu Tradisi Tabot?

Tradisi Tabot adalah sebuah tradisi yang dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat Bengkulu dalam menyambut Tahun Baru Islam.

Tradisi ini berlangsung selama sepuluh hari antara 1–10 Muharam dalam sebuah festival kebudayaan.

Tradisi ini bertujuan untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW, ketika ditawan oleh Yazid bin Muawiyah di Karbala, Irak.

Husein bin Ali adalah putra dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Muhammad.

Ia adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam, khususnya bagi penganut Syiah.

Baca Juga: Fakta Mengejutkan di Balik Tradisi Gigi Runcing Suku Mentawai: Apa yang Terjadi Jika Anda Mencobanya?

Ia dianggap sebagai Imam ketiga oleh Syiah dan sebagai salah satu dari Ahlul Bait oleh Sunni.

Ia gugur dalam Pertempuran Karbala pada tahun 680 M, bersama dengan sebagian besar keluarganya dan pengikutnya⁵.

Bagaimana Sejarah dan Prosesi Tradisi Tabot?

Tradisi Tabot dibawa ke Bengkulu oleh para penganut Syiah dari Madras dan Bengali di bagian selatan India, yang menjadi pekerja pembangunan Benteng Marlborough pada 1718-1719.

Para pekerja tersebut memutuskan untuk menetap dan membangun sebuah komunitas yang disebut dengan Berkas, di Kelurahan Tengah Padang sekarang.

Upacara Tabot yang dibawa oleh para pekerja dari Madras dan Bengali ini kemudian mengalami akulturasi dengan budaya lokal Bengkulu.

Akulturasi tersebut kemudian berkembang menjadi tradisi masyarakat lokal hingga dikenal sebagai Tradisi Tabot.

Tradisi Tabot juga pernah berkembang di Minangkabau hingga ke Aceh, tetapi pada akhirnya hanya Bengkulu saja yang masih melestarikannya hingga saat ini.

Tradisi Tabot terdiri dari sembilan rangkaian acara, yaitu:

- Rangkaian pertama, mengambil tanah dari tempat yang dikeramatkan.

- Rangkaian kedua, mencuci jari jari atau Duduk Penja (benda yang terbuat dari berbagai logam seperti kuningan, perak, atau tembaga dan memiliki bentuk seperti tangan manusia yang lengkap beserta jari-jarinya.

Baca Juga: Peran Pedagang Islam dalam Menyebarkan Tradisi Sahur di Kerajaan Islam Nusantara

- Rangkaian ketiga, pada 6 Muharam diadakan Meradai atau mengumpulkan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh Jola (petugas pengumpul dana yang terdiri dari anak berusia 10-12 tahun).

- Rangkaian keempat, Menjara atau berkunjung ke suatu kelompok untuk bertanding dol (sejenis beduk).

- Rangkaian kelima, Arak Penja atau mengarak Penjah keliling Kota Bengkulu.

- Rangkaian keenam, mengarak Penja yang ditambah dengan sorban putih yang diletakkan pada Tabot kecil. Tabot adalah sebuah kotak kayu atau peti yang dipercaya akan memunculkan kebaikan dan menjauhkan dari mala bahaya.

- Rangkaian ketujuh, Gam atau masa tenang sehingga tidak boleh mengadakan kegiatan apa pun.

- Rangkaian kedelapan, pada 9 Muharam diadakan Arak Gendang yang dimulai dengan pelepasan Tabot Bersanding.

- Rangkaian kesembilan, upacara Tabot Tebuang yang diadakan pada 10 Muharam.

Baca Juga: Tradisi Ngarak Beduk dan Koko’o Suhuru: Cara Unik Membangunkan Sahur di Kerajaan Islam Nusantara

Artikel Terkait