Lebih lanjut, Gibran mengatakan, sejatinya para pekerja masjid Raya Solo sudah diberikan uang uang.
Paling tidak begitu kata pihak rekanan Gibran.
"Dari Waskita sudah menyelesaikan kewajibannya," kata Gibran.
"Enggak tahu itu mandore ya. Pokok e digoleki (pokoknya dicari)."
Gibran juga menunggu itikad baik dari pekerja proyek untuk segera melunasi utang tersebut.
Jika tidak ada, dia berjanji akan mencari mereka.
"Ya tak parani wonge (ya tak datangi orangnya). Wis ono CP-ne (sudah ada kontaknya)," ucap dia.
Sebelumnya, seorang penjual warung mengaku diutangi pekerja proyek Masjid Raya Sheikh Zayed Solo selama dua tahun pengerjaan.
Nilai mencapai Rp 145 juta.
Pemilik warung makan Restu Bunda, Dian (38) mengungkapkan, para mandor awalnya menjanjikan uang makan dibayar tiap dua minggu sekali.
Namun, pembayaran beberapa kali terlambat. Hingga, uang makan itu tak pernah dibayarkan sampai proyek pembangunan Masjid Raya Sheikh Zayed Solo selesai.
"Perjanjiannya tiap dua minggu terbayarkan. Sedangkan dari sisi mandornya perusahaannya enggak on-time," kata Dian.
"Bahkan terkadang 4 minggu sekali baru dibayarkan."
Dian bilang, para pekerja proyek itu berutang di bawah tiga mandor.
Pertama mandor N yang mempunyai utang Rp 65 juta. Kemudian mandor berinisial G yang berutang Rp 50 juta. Keduanya disebut berasal dari Demak.
Terakhir adalah mandor inisial G, asal Purwodadi, yang masih nombok uang makan hingga Rp 30 juta.
"Kemarin kasusnya banyak mandor-mandor ngeluh dipending. Bayaran sekian hanya menerima sekian persen. Mandor harus cari kekurangan dari mana," tuturnya.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR