Intisari-Online.com - Apa alternatif hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba selain hukuman mati?
Soal pengenai "Alternatif hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba selain hukuman mati" terdapat pada halaman 41 buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kelas XII kurikulum 2013.
Pada bab 2 buku tersebut dibahas mengenai perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia.
Sebagai negara hukum, Indonesia wajib melaksanakan proses perlindungan dan penegakan hukum.
Konsekuensi dari ditetapkannya Indonesia sebagai negara hukum adalah bahwa dalam segala kehidupan kenegaraan selalu berdasarkan kepada hukum.
Negara wajib melindungi warga negaranya dari berbagai macam ketidakadilan, ketidaknyamanan dan penyimpangan hukum lainnya.
Perlindungan dan penegakan hukum merupakan faktor utama untuk mewujudkan keadilan dan perdamaian.
Terdapat banyak macam perlindungan hukum. Beberapa yang cukup populer misalnya perlindungan hukum terhadap konsumen, selain itu perlindungan atas hak dan kekayaan intelektual (HaKI).
Bahkan, perlindungan hukum diberikan juga kepada tersangka sebagai pihak yang diduga telah melakukan pelanggaran hukum.
Penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu contoh dari pelanggaran hukum yang banyak terjadi di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika secara tegas menguraikan beberapa perbuatan mulai dari mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan/ataumenggunakan narkotika, yang jika dilakukan tanpa pengendalian dan pengawasan dari pihak yang berwenang, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
UU tersebut juga mengatakan bahwa pecandu dan pengedar dapat dikenai sanksi pidana penjara, denda, rehabilitasi medis dan sosial, hingga pidana mati.
Sementara mengenai hukuman mati, telah menuai penolakan sejak lama. Alasannya karena hukuman mati dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Hukuman mati dianggap tidak manusiawi dan bertentangan dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, seperti yang tertuang dalam Pancasila.
Kontroversi mengenai hukuman mati salah satunya muncul karena amandemen kedua Pasal 28A dan 28I Ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak untuk hidup dan berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Hak tersebut merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun, termasuk negara.
Dengan masih diberlakukannya hukuman mati, pihak yang tidak setuju menganggap bahwa negara telah merampas hak yang bersangkutan untuk hidup.
Atas dasar itulah, pidana mati dinilai sebagai hukuman yang melanggar HAM.
Selain itu, masyarakat yang kontra menganggap hukuman mati juga tidak sesuai dengan tujuan pemidanaan, yakni untuk menghalangi orang dari perbuatan kejahatan, dan bukan balas dendam.
Hukuman mati dianggap tidak bisa menghilangkan kejahatan di masyarakat.
Dampak dari eksekusi mati terdadap peredaran narkoba seperti hukuman lainnya yang diharapkan untuk menimbulkan efek jera juga masih terus diperdebatkan.
Salah satunya diungkapkan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS).
Baca Juga: Bagaimana Pengaruh Organisasi Budi Utomo Terhadap Peristiwa Sumpah Pemuda 1928
KontraS menegaskan bahwa penjatuhan hukuman mati tidak memberikan efek jera atau menurunkan angka kejahatan, khususnya bagi kejahatan narkoba, seperti dikutip dari Antara.
Lalu, apa alternatif hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba selain hukuman mati?
Alternatif hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba selain hukuman mati bisa berupa hukuman seumur hidup atau hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun sesuai dengan undang-undang yang berlaku, yaitu UU No. 35 Tahun 2009,
Sekilas Tentang Hukuman Mati di Indonesia
Hukuman mati merupakan pidana pokok terberat, disusul pidana penjara, kurungan, denda, dan pidana tutupan.
Di Indonesia, pada mulanya hukuman mati dilaksanakan menurut ketentuan dalam pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP yang menyatakan bahwa:
"Pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher di terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya".
Namun, pasal tersebut kemudian diubah dan dijelaskan dalam Undang-undang atau UU Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Pengadilan Umum dan Militer.
Pasal 1 UU tersebut mengatur, pelaksanaan hukuman mati yang dijatuhkan Peradilan Umum maupun Peradilan Militer dilakukan dengan ditembak sampai mati.
Selanjutnya, ketentuan UU Nomor 02/Pnps/1964 ini disempurnakan dengan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.
Ada sejumlah hukuman mati di Indonesia yang diatur dalam KUHP, seperti pada pasal 104, yaitu terhadap makar dengan maksud membunuh presiden dan wakil presiden.
Kemudian, Pasal 111 ayat (2), yaitu melakukan hubungan dengan negara asing sehingga terjadi perang, serta sejumlah pasal lainnya.
Selain itu, hukuman mati di Indonesia juga diatur di luar KUHP. Termasuk pada UU Narkotika, UU Terorisme, dan UU Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga: Jeffrey Dahmer Pembunuh Berantai Paling Sadis, Bagaimana Dia Tak Terjerat Hukuman Mati?
(*)