Sementara itu, Muhammad Alfiansyah (11), kini menjadi yatim piatu gara-gara kerusuhan yang terjadi setelah pertandingan berakhir.
Kedua orangtuanya, M. Yulianton (40) dan Devi Ratna S (30), termasuk dalam daftar ratusan suporter yang menjadi korban meninggal dunia.
Doni (40), sang paman, mengisahkan, bahwa di hari tragedi Kanjuruhan terjadi, Alfiansyah berlari menghampirinya setelah berhasil menyelamatkan diri ke luar stadion.
Keponakannya itu terlihat ketakutan, apalagi suasana di sekitar Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) malam itu sangat mencekam.
“Muhammad Alfiansyah ini datang menghampiri. Saya tanya ke mana kedua orangtuamu. Anak itu menjawab orangtuanya masih di dalam stadion,” kata Doni, mengutip dari surya.co.id.
Menurut Doni, Alfian bisa selamat setelah mendapat pertolongan dari para petugas kepolisian.
Tak lama kemudian, Doni melihat tubuh orangtua Alfian, yang adalah saudaranya, dibawa ke luar stadion, namun keduanya dalam kondisi meninggal dunia.
Saat ini keduanya telah dimakamkan dalam satu liang lahat.
Menurut Doni, kemungkinan saudaranya itu jatuh dari tangga tribun, karena terlihat mukanya membiru pucat.
Doni juga mengatakan, itu terjadi lantara para suporter berdesak-desakan keluar karena tembakan gas air mata.
“Awalnya gas air mata di lapangan dulu. Kemudian (ditembak) ke arah tribun di pintu 12, saya sama yang lainnya di pintu 14, gas air matanya kena angin jadi nyebar,” jelas Doni.
Stadion Kanjuruhan di Kecamatan Kepanjeng, Kabupaten Malang, menjadi saksi bisu tragedi dengan korban terbanyak dalam sejarah sepak bola Indonesia, Sabtu (1/10/2022) malam.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR