Intisari-Online.com - Kerusuhan di Stasion Kanjuruhan Malang, jawa Timur, yang terjadi usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya Sabtu (1/10/2022) malam, memakan ratusan korban.
Seperti dilaporkan Tribunnews (2/10/2022), berdasarkan informasi dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), korban meninggal dari kerusuhan tersebut mencapai 153 orang.
"Kami mendapat laporan perkembangan bahwa sampai dengan Pukul 07.30 WIB, telah ada 153 korban jiwa dari kejadian ini," tulis pernyataan YLBHI.
Selain korban meninggal, masih ada ratusan korban luka lainnya yang kini tengah mendpaat perawatan di sejumlah rumah sakit.
Dugaan sementara, para korban terinjak-injak supporter lain, serta sesak nafas akibat semprotan gas air mata jajaran keamanan.
Kerusuhan di stadion Kanjuruhan Malang menambah panjang catatan kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia, bahkan dunia.
Diketahui dengan adanya korban meninggal mencapai 153, tragedi tersebut menjadi tragedi paling mematikan ke-2 dalam sejarah sepak bola dunia.
Sebelumnya ada sejumlah tragedi sepak bola paling mematikan yang tercatat, dengan yang paling banyak merenggut nyawa adalah yang terjadi kota Lima, Peru.
Korban dari tragedi di Estadio Nacional Peru itu diketahui memakan korban hingga lebih dari 300 nyawa.
Sejumlah tragedi kelam dalam sejarah sepak bola dunia lainnya juga begitu memprihatinkan.
Inilah 3 Tragedi Paling Mematikan dalam Sejarah Sepak Bola.
1. Estadio Nacional, Peru (24 Mei 1964)
Seperti yang telah disebutkan di atas, tragedi di Estadio Nacional, Peru, ini merupakan tragedi paling mematikan dalam sejarah sepak bola dunia.
Saat itu, stadion Nasional di Lima, Peru, ini menjadi arena laga kualifikasi Olimpiade 1964 antara Peru dan Argentina.
Pada menit-menit akhir, Peru yang tertinggal 0-1 berhasil mencetak gol yang dapat menyamakan kedudukan.
Namun, gol itu dianulir oleh wasit. Situasi pun semakin memanas dan berubah mencekam.
Terjadi kerusuhan yang mengakibatkan korban berjatuhan.
BBC melaporkan, kala itu stadion penuh sesak dengan kapasitas 53.000 penonton.
Dua penonton secara berurutan memasuki lapangan, dengan yang pertama memukul wasit. Keduanya berhasil ditangkap polisi dan dibawa ke luar lapangan, kemudian dianiaya.
Kemudian dalam hitungan detik, para penonton melempari berbagai macam barang ke arah polisi.
Situasi tak terkendali, ratusan penonton yang panik menyerbu ke arah pintu keluar untuk menghindari polisi, gas air mata, dan anjing.
Tragedi mengerikan di Estadio Nacional kemudian menjadi bencana paling mengerikan dalam sejarah sepak bola hingga hari ini.
2. Accra Sports' Stadium, Ghana (9 Mei 2001)
Seperti dalam tragedi di Peru dan di Indonesia, dalam tragedi di Accra Sports' Stadium, Ghana, ini polisi yang berjaga merespon kerusuhan dengan menembakkan gas air mata.
Dalam tragedi di Accra Sports' Stadium, Ghana, hal itu justru membuat kepanikan dengan para penonton berhamburan dan berdesak-desakkan.
Kerusuhan itu pun menimbulkan ratusan korban jiwa. Dilaporkan ada 126 orang tewas akibat kejadian ini.
Sebelum terjadinya tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, tragedi di Ghana ini merupakan tragedi paling mematikan ke-2 dalam sejarah sepak bola.
Kini, tragedi di Stasion Kanjuruhan pun tercatat lebih para dibanding tragedi ini.
Ada kemiripan lain dari tragedi Accra Sports' Stadium Ghana dan tragedi stasion Kanjuruhan Malang.
Tragedi Accra Sports' Stadium Ghana juga saat itu digelar laga derbi lokal antara Hearts of Oak dan Asante Kotoko.
Tuan rumah adalah Hearts of Oak, dengan lawannya klub Accra lainnya, Asante Kotoko.
Jelang laga berakhir, Asante Kotoko masih memimpin 1-0 sebelum kemudian Hearts of Oak mencetak dua gol yang membalikkan keadaan.
Tak terima, suporter Asante Kotoko mulai mengambil kursi stadion dan melemparkannya ke lapangan ketika laga tersisa lima menit.
Sementara polisi yang berjaga merespons dengan menembakkan gas air mata ke kerumunan penonton.
3. Hillsborough, Inggris (15 April 1989)
Tragedi ini terjadi pada laga semifinal Piala FA antara Liverpool dan Nottingham Forest di Stadion Hillsborough.
Tragedi yang memakan korban lebih dari 90 nyawa ini bermula ketika erjadi penumpukan penggemar Liverpool setelah polisi setempat memutuskan membuka dua akses gerbang menuju tribune teras.
Namun, pihak kepolisian luput memantau jumlah penonton yang masuk ke dalam tribune tersebut hingga akhirnya terjadi overkapasitas.
Kondisi saat itu diperparah dengan adanya pagar pembatas antara tribune dan lapangan sehingga suporter yang berada paling depan terjepit dan tidak bisa menyelamatkan diri.
Korban tewas dalam tragedi ini terdiri dari pria, wanita, hinga anak-anak.
Jumlah itu bertambah menjadi 97 usai dua korban terakhir, Tony Bland dan Andrew Devine, meninggal dunia pada 1993 dan 2021.
Itulah tragedi paling mematikan dalam sejarah sepak bola dunia.
(*)