Biasanya, pengantin wanita mulai menangis sebulan sebelum hari pernikahan.
Saat malam tiba, pengantin wanita berjalan di dalam aula dan menangis selama sekitar satu jam.
Sepuluh hari kemudian, ibunya bergabung dengannya, menangis bersamanya.
Sepuluh hari kemudian, sang nenek bergabung dengan putri dan ibunya untuk menangis bersama mereka.
Saudari dan bibi dari pengantin wanita, jika ada, juga harus ikut menangis.
Pengantin wanita mungkin menangis dengan cara yang berbeda dengan kata-kata yang beragam pula, bahkan ada nyanyian yang membantu meningkatkan suasana pernikahan, yaitu ‘Lagu Tangisan Pernikahan’.
Yang jelas, menangis di pesta pernikahan ini bukan berarti menangis duka, namun cara adat memicu kebahagiaan pernikahan melalui kata-kata sedih yang palsu.
Dalam perjodohan China zaman dulu, memang cukup banyak pengantin yang menangisi pernikahan mereka yang tidak bahagia, bahkan kehidupan mereka yang menyedihkan.
Mengumpat pada mak comblang, dulunya merupakan bagian penting dari ritual ‘tangisan pernikahan’ sekaligus bagian yang paling memberontak.
Dalam masyarakat lama, wanita terikat oleh apa yang disebut ‘tiga ketaatan dan empat kebajikan’, sehingga tidak memiliki suara dalam pernikahan mereka, yang semuanya diatur oleh mak comblang dan orang tua.
Maka, pengantin wanita sering kali memaki mak comblang sebelum melangkah ke dalam mobil pernikahan, yang dilihat sebagai bentuk ketidakpuasan dan kebencian mereka terhadap sistem perkawinan lama.
Hal itu tercermin dalam opera lokal dan bentuk seni rakyat lainnya.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR