Intisari-Online.com – Sebanyak 78 adegan rekonstruksi kasus pembunuhan berencana Brigadir J telah dilakukan oleh lima tersangka di tiga lokasi kejadian.
Tiga lokasi kejadian itu yaitu di Magelang, di Jalan Saguling, dan di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Rekonstruksi selama 7,5 jam berlangsng pada hari Selasa (30/8/2022).
Dari sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Ferdy Sambo pun telah ditetapkan bahwa Sambo dipecat dengan tidak hormat dari Polri.
Para bawahan Ferdy Sambo yang mengetahui adanya rekayasa dalam kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, merasa kecewa.
Hal itu diungkapkan oleh anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim.
Tidak hanya kecewa, bahkan beberapa personel kepolisian itu menangis, ini terlihat dalam sidang KKEP terhadap Sambo yang digelar pada Kamis (25/8/2022) hingga Jumat (26/8/2022).
“Ketika mereka (bawahan Sambo) ditanya kapan saudara merasakan bahwa apa yang dikatakan FS itu bohong, tidak sesungguhnya fakta, yang ada di situlah mereka menusuk hati sehingga tidak bisa menahan air matanya,” kata Yusuf dalam siaran langsung Youtube Kompas.com, Rabu (31/8/2022).
Kekecewaan anak buah Sambo itu karena merasa masuk dalam jebakan rekayasa atasannya, yang terlihat saat menghadiri sidang kode etik tersebut.
Dari sidang itu pula terungkap bahwa Sambo berusaha meyakinkan bawahannya bahwa istrinya, Putri Candrawathi, diperlakukan tidak baik alias dilecehkan oleh Brigadir J.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu mengatakan kepada anak buahnya seandainya kasus pelecehan itu terjadi pada keluarga mereka.
“Terus ditanya lagi (ke) bawahannya, ‘Itu kalau terjadi kepada kamu, bagaimana posisinya?’. ‘Ituu kalau terjadi itu bagaimana? Apa yang terjadi pada mbakmu itu terjadi?’,” jelas Yusuf.
Sambo menyebut istrinya dengan sebutan ‘mbakmu’ kepada anak buahnya.
Tidak hanya meyakinkan pada anak buahnya bahwa telah terjadi pelecehan terhadap istrinya, dia pun berusaha meyakinkan adanya baku tembak antara Brigadir J dan Richard Eliezer alias Bharada E di rumah dinasnya yang mengakibatkan tewasnya Brigadir J.
Bahkan sang jenderal bintang dua itu pun sempat memerintahkan anak buahnya agar mengumumkan ke publik bahwa Bharada E merupakan penembak nomor satu.
“Kan waktu itu ada rilis soal sebutan (Bharada E) penembak nomor satu. Itu ada perintah dari FS,” ungkap Yusuf.
Yusuf mengungkapkan bahwa kalimat-kalimat Sambo bak berhasil menghipnotis anak buahnya, sehingga mereka percaya bahwa ada kejadian pelecehan dan baku tembak.
Hingga muncul dalam keterangan saksi pada waktu itu, yang membuat anak buah Sambo memercayai apa yang dikatakan FS.
Seperti diungkapkan oleh Yusuf, bahwa personel kepolisian pada waktu itu tidak kuasa menolak perintah Sambo yang merupakan atasan mereka.
Padahal, menurutnya, dalam kode etik Polri telah diatur bahwa anggota kepolisian harus menolak perintah atasan apabila itu bertentangan dengan norma hukum, agama, dan susila.
Sayangnya, semua sudah telanjur.
Pada akhirnya, semua bawahan Sambo kini hanya bisa menyesali perbuatan mereka.
“Ketika masuk ke pertanyaan saksi yang ditanya kapan ada kesadaran bahwa menjalankan perintah itu salah, bahwa faktanya tidak demikian yang diskenariokan, muncullah sebuah tangisan di antara para saksi itu. Mungkin dia merasa bersalah atau kecewa dengan FS,” kata Yusuf.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus pembunuhan berencana yang menewaskan Brigarid J ini telah menyeret banyak nama anggota Polri.
Total terdapat 34 polisi yang dicopot dari jabawannya dan dimutasi ke Yanma Polri, mereka diduga melanggar kode etik karena tidak profesional dalam menangani kasus kematian Brigadir J.
Sementara, seperti diungkapkan Kapolri Jendera Listyo Sigit Prabowo sudah ada 97 poslisi yang diperiksa terkait kasus kematian Brigadir J ini.
Kapolri dalam sebuah jumpa pers telah menyampaikan bahwa tidak ada insiden baku tembak antara Bharada E dengan Brigadir J di rumah Sambo sebagaimana keterangan yang beredar di awal terungkapnya kasus kematian Brigadir J ini.
Lima tersangka telah ditetapkan atas kasus kematian Brigadir J, yaitu Irjen Ferdy Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, Kuat Ma’ruf, dan istri Sambo, yaitu Putri Candrawathi.
Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari