Bak Jadi 'Bukti Pamungkas' Untuk Bongkar Pembunuhan Brigadir J, Pakar Hukum Malah Sebut Rekronstruksi Pembunuhan Brigadir J Tak Logis, Hal Ini Sampai Dituding Tak Sesuai Fakta, Apa Itu?

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Rekonstruksi pembunuhan Brigadir J.
Rekonstruksi pembunuhan Brigadir J.

Intisari-online.com - Pada Selasa (30/8) proses rekontruksi untuk membongkar proses pembunuhan Brigadir J digelar oleh pihak kepolisian.

Proses rekonstruksi tersebut digelar di rumah dinas Ferdy Sambo, di Jakarta selatan yang menjadi TKP pembunuhan.

Namun, di balik proses rekonstruksi tersebut, justru menadapat sorotan dari pakar hukum karena tidak sesuai dengan fakta yang disampaikan.

Hal ini disampaikan oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad, yang mengatakan rekonstruksi tersebut tak logis.

Dalam rekonstruksi tersebut dikatakan ada adegan yang tidak diperagakan, padahal ini merupakan bukti pamungkas, dalam kasus tersebut.

Reka adegan yang tak diperagakan adalah pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi.

Padahal, menurut beberapa sumber, ini menjadi pemicu proses pembunuhan Brigadir J.

Tak hanya itu, ada juga reka adegan yang tak diperlihatkan adalah bagaimana pembunuhan tersebut direncanakan.

Lalu, senjata yang digunakan dalam pembunuhan Brigadir J.

Menguti KompasTV, Suparji Ahmad mengatakan keterangan ini dalam Sapa Indonesia, pada Selasa (3/8).

"Rekonstruksi pada satu sisi kita apresiasi, tapi pada sisi lain tak sesuai ekspektasi publik, karena tak menggambarkan imajinasi publik dan fakta yang mengemuka di masyarakat," katanya.

"Tak ada kebenaran, karena semuanya masih tidak logis, yang merekonstruksi ini tidak dianggap sebagai kebenaran, mengingat tadi bagaimana pelecehan seksualnya tidak ada, dan kemudian merencanakan pembunuhannya juga tak tampak disitu, itu yang sangat mendasar," katanya.

Baca Juga: Rekonstruksi di Duren Tiga: Bharada E Ternyata Lakukan Hal Ini hingga Brigadir J Mohon Ampun Ketakutan

Menurut Suparji, rekonstruksi yang digelar dengan menampilkan 5 tersangka, justru menimbulkan produksi narasi baru dan menjadi perbincangan di kalangan publik.

Seharusnya, rekonstruksi tersebut digelar untuk menjawab harapan publik soal perkara pembunuhan berencana ini.

"Reka adegan pelecehan seksual tidak ada disitu. Katanya pembunuhan berencana, tapi tak kelihatan bagaimana merencanakannya, bagaimana memberikan senjatanya, bagaimana menggunakannya," katanya.

"Padahal ini ditunggu oleh jaksa, bagaimana anatomi perkara ini menjadi jelas dan lengkap," ujarnya.

Lalu, Suparji juga menerka ini akan membuat Jaksa, gamang menuntut pembunuhan berencana, meski ada unsur pembunuhan berencananya sudah terpenuhi.

"Ada yang menyuruh, kemudian ada yang melakukannya, lalu ada yang merencananya, dan turut membantu ini bisa disebut sebagai pembunuhan berencana," ujarnya.

"Tetapi bisa membuat pengacara tersangka membantah, ini adalah spontanitas, ini adalah sebuah reaksi, bahwa ini adalah sebuah emosi, jadi tak mudah memenuhi unsur 340," katanya merujuk pada pasa KUHP, tentang pembunuhan berencana.

Rekonstruksi itu sendiri telah digelar pada kemarin, Selasa (30/8/22) di tempat kejadian perkara (TKP).

Artikel Terkait