Melansir Kompas.com, delapan orang itu, yakni Letnan (Inspektur) II Nugroho Djajusman, Letnan I Dodo Mikdad, Khaerul Bahar Muluk, Sianturi Simatupang, Sugeng Widianto, Letnan II Ahmad Arony Gumay, Letnan II Riyadi, VIII Letnan II Nugroho Ostenrik (putera jenderal polisi Ostenrik).
Pada 1974, mahkamah militer mengadili delapan orang eks taruna Akabri yang sudah menjadi perwira. Sudah dapat ditebak, mereka divonis tidak bersalah dalam pembunuhan Rene.
Mereka hanya diberikan sanksi ringan karena terlibat perkelahian.
Mengutip arsip Kompas edisi 23 Januari 1974, disebutkan bahwa mahkamah berpendapat, tuduhan primer berupa Pasal 170 ayat 2 angka 3 KUHP juncto Pasal 2 KUHP tidak terbukti. Demikian pula dengan tuduhan subsidernya.
Disebutkan, Rene Coenraad memang mati akibat tembakan. Namun, menurut mahkamah, tidak ada satu pihak pun yang bisa menghadirkan barang bukti senjata dan peluru yang menyebabkan matinya Rene.
Selain itu, tak ditemukan satu saksi pun yang menunjukkan atau mengenali siapa di antara tertuduh yang melakukan tindak kekerasan. Barang bukti juga tidak ada.
Delapan orang itu pun melanjutkan karier di kepolisian. Bahkan, beberapa di antara mereka menapaki pangkat bintang serta menduduki jabatan strategis.
Yang jadi tersangka tapi divonis bebas adalah Nugroho Djajusman, Mulyono, Simatupang dan Sianturi di mana pada akhir kariernya, Nugroho bintang tiga (Kapolda Metro Jaya), sementara kedua kawan yang lain bintang dua.
Nugroho Djajusman adalah yang paling berjaya.
Nugroho Djajusman belakangan jadi Kapolda Metro Jaya di tahun 1998. Seangkatan dengan Noegroho adalah mantan Kapolri S. Bimantoro dan Rusdihardjo, juga mantan Kapolda Metro Jaya ketika peristiwa Kudatuli 1996, Hamami Nata.
Source | : | kompas |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR