Oleh karena itu pasukan NICA dan KNIL yang sudah dibebaskan oleh pasukan Jepang dari tahanan memanfaatkan situasi minimnya informasi di Sulawesi Selatan itu untuk mengambil alih kekuasaan.
Pasukan NICA dan KNIL yang dengan cepat melakukan konsolidasi itu langsung memiliki pengaruh karena didukung persenjataan hasil rampasan dari pasukan Jepang yang sudah menyerah kepada Sekutu.
Berbekal 'surat sakti', yakni Perjanjian Posdam, pasukan Sekutu (Australia-Belanda) mendarat di Makassar untuk melaksanakan misi pembebasan tawanan pasukan Belanda yang ditahan Jepang pada 24 Septemner 1945.
Pasukan Sekutu yang membawa pasukan Belanda itu juga sekaligus melucuti persenjataan pasukan Jepang.
Isi Perjanjian Postdam yang ditandatangani pada 26 Juli 1945 sendiri menyatakan bahwa “wilayah yang diduduki musuh” (occupied area) harus dikembalikan kepada penguasa semula.
Jika isi perjanjian itu dikaitkan dengan Indonesia, berarti pasukan Jepang harus mengembalikan Indonesia kepada Belanda.
Menghadapi pasukan Belanda yang memang ingin menguasai kembali Indonesia dan menjadikan Makassar sebagai ibukota Negara Indonesia Timur, para pejuang membentuk perlawanan.
Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (Lapris) berhasil dibentuk untuk sebagai pasukan untuk melawan pasukan Belanda.
Robert Wolter Mongisidi merupakan salah satu pejuang Lapris yang dikenal namanya, ia gugur dan menjadi pahlawan nasional.
Sayangnya, pasukan Lapris selalu berhasil dipukul mundur oleh pasukan Belanda, kekuatannya pun menjadi terpecah-pecah.
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR