Kategorisasi itu berdasarkan empat alasan yang dianggap tak ramah lingkungan. Yaitu dilindungi secara hukum, perkembangbiakannya lambat dan sedikit, cara penangkapannya merusak habitat, serta berbahaya bagi kesehatan karena mengandung logam yang lertumpuk di tubuhnya.
Maka, adalah bijak kalau kita mengonsumsi seafood berbahan ikan atau biota lain yang masuk kategori aman. Selain tidak melanggar hukum, kita bisa menjaga kelestariannya dan, yang terpenting, terhindar dari racun yang mungkin ada di dalamnya.
Bahkan, konsumsi seafood sebetulnya sangal dianjurkan. Pasalnya, konsumsi ikan orang Indonesia termasuk rendah di ASEAN. Pada 2003, konsumsinya hanya 24.67 kg/kapita/ tahun.
Bandingkan dengan Singapura, Malaysia. Filipina dan Thailand yang 70. 50. 40 dan 35 kg/kapita/tahun.
Sebaliknya, kita perlu menahan naTsu untuk mengonsumsi ikan dan biota laut yang masuk kategori kurangi dan hindari.
Sementara, para pemasok ikan dan biota laui perlu berpikir untuk mengubah pola penyediaan dari menangkap menjadi membudidayakan.
Saat ini lelah disepakati adanya daerah tabungan untuk program perlindungan tempat pemijahan ikan di daerah-daerah kritis di Taman Nasional Bunaken, Bali Barat, dan Karimun Jawa.
Kalaupun penangkapan tak terelakkan, sebaiknya beri kesempatan ikan dan biota laut untuk tumbuh dewasa dan berkembang biak dulu, atau pilah-pilih yang akan ditangkap dan dikonsumsi.
Sekilas cara ini bertenangan dengan usaha nelayan meningkalkan kesejahteraannya. Tapi cara ini justru menjamin kelangsungan mata pencaharian nelayan ini dalam jangka panjang.
Jadi, nelayan tetap bisa melaut, penyuka seafood pun tetap terpenuhi selera mengonsumsi ikan laul lavoritnya. (Christ – Intisari Agustus 2006)
Baca juga: Rutin Makan Seafood? Diperkirakan Anda Menelan 11.000 Partikel Plastik Tiap Tahunnya
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR