Advertorial

Yummy! Hidangan Laut Ramah Lingkungan agar Populasi Ikan Tidak Menjadi Langka

Moh. Habib Asyhad
K. Tatik Wardayati
,
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Intisari-Online.com – Demi gengsi orang kerap lupa apa yang diperbuatnya justru merugikan alam. Gaya hidup sebagian orang kota yang gemar makan hidangan laut yang eksotik, misalnya, membuat populasi ikan tertentu menjadi langka.

Tengoklah keriuhan di tempat makan kaki lima hingga restoran seafood. Di sana sudah jamak orang memesan hidangan lobster, telur penyu, telur ikan, ikan baronang, tripang, udang, atau ikan kakap.

Padahal, bahan makanan itu termasuk biota dan ikan yang semakin menipis ketersediaannya di laut.

Penurunan populasinya tak lepas dari penangkapan yang dilakukan untuk memenuhi permintaari pasar terhadap ikan dan biota laut itu. Selama permintaan tetap ada, penangkapan tak akan berhenti.

Baca juga: Suka Makan Sashimi Salmon Mentah? Yuk Coba Empat Jenis Seafood Mentah ala Korea Selatan Ini!

Sekadar contoh, di Karimun Jawa, dulu nelayan langsung membuang ikan kerapu bila ikan itu ikut terjaring. Tapi begitu tahu harganya tinggi, nelayan langsung menangkap besar-besaran.

Sekitar tahun 2000 boleh dibilang, kerapu menghilang dari Karimun Jawa dan kini masih dalam taraf pemulihan.

Maka, cukup beralasan kalau pada pertengahan 2005, organisasi pelestarian lingkungan dunia, WWF mencanangkan program "Laut Sehat Seafood Sehat: Panduan Konsuraen untuk Seafood Ramah Lingkungan".

Program ini memberi panduan pemanfaatan ikan dan biota laut dalam liga kategori: aman, kurangi, dan hindari.

Yang termasuk dalam daftar ikan dan biota yang aman dikonsumsi antara lain teri, tongkonl, bandeng, bawal, lemuru (sarden), layang, cakalang, makarel kecil, tenggiri, cumi-cumi, tuna ekor kuning, dan ubur-ubur.

Baca juga: Makan Daging dan Seafood Bisa Membuat Kanker Lebih Mematikan, tapi Bagi Para Ilmuwan Ini adalah Berita 'Bahagia'

Ikan dan biota yang pemanfaatannya dikurangi ada 17 jenis, di antaranya lencam, telur ikan, ekor kuning, kepiting bakau, layaran (marlin), gurita, baronang, tripang, udang, kakap, dan pari.

Sedangkan yang harus dibindari pemanfaatannya ada 16 jenis, antara lain abalon, ketam kelapa, kerapu, udang karang (lobster), dan yang eksotis macam lumba-lumba, hiu, kima raksasa, duyung, dan penyu berikut telurnya.

Kategorisasi itu berdasarkan empat alasan yang dianggap tak ramah lingkungan. Yaitu dilindungi secara hukum, perkembangbiakannya lambat dan sedikit, cara penangkapannya merusak habitat, serta berbahaya bagi kesehatan karena mengandung logam yang lertumpuk di tubuhnya.

Maka, adalah bijak kalau kita mengonsumsi seafood berbahan ikan atau biota lain yang masuk kategori aman. Selain tidak melanggar hukum, kita bisa menjaga kelestariannya dan, yang terpenting, terhindar dari racun yang mungkin ada di dalamnya.

Bahkan, konsumsi seafood sebetulnya sangal dianjurkan. Pasalnya, konsumsi ikan orang Indonesia termasuk rendah di ASEAN. Pada 2003, konsumsinya hanya 24.67 kg/kapita/ tahun.

Baca juga:Catatan Bagi yang Suka Makan Seafood: Wanita Ini Meninggal Setelah Konsumsi Tiram Mentah yang di Dalamnya Terdapat Bakteri Berbahaya

Bandingkan dengan Singapura, Malaysia. Filipina dan Thailand yang 70. 50. 40 dan 35 kg/kapita/tahun.

Sebaliknya, kita perlu menahan naTsu untuk mengonsumsi ikan dan biota laut yang masuk kategori kurangi dan hindari.

Sementara, para pemasok ikan dan biota laui perlu berpikir untuk mengubah pola penyediaan dari menangkap menjadi membudidayakan.

Saat ini lelah disepakati adanya daerah tabungan untuk program perlindungan tempat pemijahan ikan di daerah-daerah kritis di Taman Nasional Bunaken, Bali Barat, dan Karimun Jawa.

Kalaupun penangkapan tak terelakkan, sebaiknya beri kesempatan ikan dan biota laut untuk tumbuh dewasa dan berkembang biak dulu, atau pilah-pilih yang akan ditangkap dan dikonsumsi.

Sekilas cara ini bertenangan dengan usaha nelayan meningkalkan kesejahteraannya. Tapi cara ini justru menjamin kelangsungan mata pencaharian nelayan ini dalam jangka panjang.

Jadi, nelayan tetap bisa melaut, penyuka seafood pun tetap terpenuhi selera mengonsumsi ikan laul lavoritnya. (Christ – Intisari Agustus 2006)

Baca juga: Rutin Makan Seafood? Diperkirakan Anda Menelan 11.000 Partikel Plastik Tiap Tahunnya

Artikel Terkait