Alhasil, tahun 2004 pun ia merintis membuat peta sendiri. Kembali ia harus belajar sendiri sebab tidak memiliki latar belakang pemetaan. Awalnya peta masih terbatas Bogor sebagai tempat tinggalnya. Terus ada beberapa anggota navnet yang berminat membuat peta. Buyung pun mengajari cara membuat peta berdasarkan pengalamannya. Semakin lama, banyak anggota yang mau membantu membikin peta sehingga Buyung berinisiatif mengumpulkan mereka. Diadakanlah kumpul-kumpul kecil alias gathering di daerah Kuningan, Jakarta Selatan, sekitar Maret 2008. "Saya mengundang siapa saja yang tertarik bikin peta dan menentukan metodenya."
Dari pertemuan itu terkumpullah sekitar 30 orang pembuat peta. Satu hal yang ditekankan Buyung kepada para pembuat peta ini bahwa apa yang ia kerjakan ini total gratis. Tak ada upah atau hadiah dalam hal ini. "Namun saya juga tidak memaksa Anda untuk mengerjakannya. Anda mengerjakan, saya senang sekali; Anda tidak mengerjakan saya tidak memaksa," begitulah konsultan SAP ini menjelaskan ke pembuat peta yang kemudian dikenal sebagai map developer.
Uniknya, meski semua map developer tidak memiliki latar belakang pendidikan pemetaan (GIS), "Toh mereka tetap bersemangat untuk membuat peta gratis ini agar berguna bagi kepentingan orang lain". Lokasi yang saling berjauhan membuat komunikasi para map developer ini mengandalkan surat elektronik.
Soal gratis ini, bagi pengguna tentu sangat menyenangkan. Ya, yang namanya gratis pasti semua orang suka. Hanya saja, di sisi pemberi sempat membuat polemik. Bahkan sempat mengganggu pemutakhiran peta yang direncanakan tiap bulan menjadi lebih dari sebulan. Awalnya adalah lontaran pertanyaan mengapa POI pihak swasta dicantumkan. POI alias point of interest atau titik-titik koordinat yang menunjukkan sebuah tempat. "Mbok POI seperti itu dimintain dana," kira-kira begitulah harapan mereka. Memang menjadi pertanyaan, mengapa ketika restoran cepat saji McDonald ditandai di peta, restoran sejenis seperti KFC atau A&W tidak masuk. Adanya polemik ini membuat Buyung Akram yang merupakan penggagas peta navnet mengambil keputusan POI yang berbau bisnis hanya ditandai sekadar ada. Tidak dilengkapi dengan data-data lengkap.
Ketegasan seperti itu memang harus segera diambil sebab apa yang dilakukan Buyung dan timnya ini bisa menjadi tambang uang. Sampai sebuah majalah mingguan ternama pun salah memasukkan Buyung Akram sebagai tokoh muda yang moncer di ladang digital. "Padahal saya malah keluar uang. Kok dibilang tambang uang," katanya tanpa nada protes. Namun bagi perusahaan yang ingin dimasukkan ke peta navnet Buyung tak menampik asal mereka membayar. "Tapi saya tidak menetapkan tarifnya. Saya akan jelaskan bahwa peta gratis kami memerlukan dana dalam pengerjaannya."
Sampai saat ini tim map developer sendiri senang-senang saja mengerjakan peta tanpa dibayar. Hitung-hitung mereka berbuat sesuatu untuk orang banyak. Kesenangan terbesar adalah ketika ada orang yang terbantu dengan peta ini. "Ini nilainya lebih besar dibandingkan dengan sekadar uang." Soal besarnya uang yang dikeluarkan, "Namanya juga hobi. Seberapa besar uang yang dikeluarkan untuk hobi pasti tidak dipikirkan."
Buyung sendiri belum memikirkan untuk menjadikan peta navnet sebagai sumber keuntungan finansial. Padahal banyak yang ingin bekerja sama dengannya. Termasuk beberapa perusahaan luar negeri. Salah satunya pihak Garmin, yang memperoleh keuntungan sebab peta navnet cocoknya dengan alat GPS keluaran Garmin.
Melihat adanya tawaran-tawaran tadi, Buyung dan tim memang memiliki keinginan untuk membikin semacam lembaga formal sehingga lebih profesional. Tapi, ketika berbicara soal perusahaan, berarti ada uang masuk. "Ketika bicara uang, bisa jadi upaya kami malah hancur total."
Kalau mau berandai-andai, nilai kapital dalam peta gratisan ini tak bisa disepelekan. Dalam versi sebelum versi terbaru, jumlah pengunduh peta kurang lebih 16.000 kali. Jika sekali pengunduhan dikenai biaya Rp 10.000,- saja (batas minimal transfer melalui anjungan tunai mandiri), maka sudah ada uang senilai Rp 160 juta. Belum uang dari perusahaan yang dijadikan POI atau dari sponsor. Sebuah nilai yang lumayan.
Toh Buyung kembali menegaskan, "Ini hobi kok!" Absurd memang!
Penulis | : | Agus Surono |
Editor | : | Agus Surono |
KOMENTAR