Dituduh Tidak Transparan, Komnas HAM Beri Penjelasan Mengapa 'Sembunyikan' Kertas Data Forensik Terkait Tewasnya Brigadir J

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Kuasa hukum Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, menunjukkan gambar jenazah Brigadir J di bagian leher yang diduga sempat dililit dari belakang, di Lobi Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Kuasa hukum Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, menunjukkan gambar jenazah Brigadir J di bagian leher yang diduga sempat dililit dari belakang, di Lobi Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (20/7/2022).

Intisari-Online.com-Kasus kematian Brigadir J pertama kali diungkap pihak kepolisian pada Senin (11/7/2022).

Menurut polisi, Brigadir J tewas setelah terlibat baku tembak dengan Bharada E.

Polri juga menyebutkan, peristiwa ini bermula dari dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Irjen Ferdy Sambo di rumah dinas Ferdy di daerah Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) sebagaimana diwartakanKompas.com.

Polisi mengungkap bahwa Brigadir J merupakan personel Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri yang diperbantukan di Propam sebagai sopir Ferdy Sambo.

Sementara itu, Bharada E adalah anggota Brimob yang diperbantukan sebagai asisten pengawal pribadi Ferdy.

Terkaitdata cyber dan digital forensik,KomisionerKomnas HAMChoirul Anam kembali memberi penjelasan soal alasan melipat kertas datakasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

Ia menyampaikan isi kertas yang dilipat adalah nomor pribadi beberapa pihak termasuk keluarga Brigadir J.

“Agar nomor-nomor telepon itu, khususnya yang di sana ada nomor telepon keluarga tidak terpublikasi,” sebut Anam dalam video keterangannya, Sabtu (30/7/2022).

Anam menuturkan, pihaknya setuju dengan pernyataan kuasa hukum keluarga Brigadir J, Johnson Panjaitan yang meminta agar keamanan keluarga dijamin selama proses penanganan perkara.

“Bahwa memang harus ada sistem perlindungan terhadap keluarga Yoshua, kami tutup kemarin karena salah satunya ada nomor-nomor itu,” kata dia.

Alasan lain, lanjut Anam, data cyber dan digital forensik itu masih dipakai untuk pendalaman penyelidikan oleh Komnas HAM.

“Tapi memang barang (data) tersebut tidak kita buka secara keseluruhan karena untuk kepentingan tahapan-tahapan pendalaman kami,” tandasnya.

Sebelumnya tersebar di media sosial potongan video ketika dalam sebuah konferensi pers Anam menunjukan kertas besar dan melipat sebagian sisinya.

Akun @kr1t1kp3d45_pro menarasikan tindakan Anam itu sebagai wujud ketidakterbukaan pada publik terkait pengungkapan kasus tewasnya Brigadir J.

Adapun kasus tewasnya Brigadir J juga tengah ditangani pihak kepolisian.

Dugaan pelecehan seksual yang disebut sebagai pemicu dugaan baku tembak penyelidikannya dilakukan Polda Metro Jaya.

Sedangkan laporan dugaan pembunuhan berencana yang dilaporkan oleh keluarga Brigadir J tengah dalam proses penyidikan oleh Bareskrim Mabes Polri.

Selain itu otopsi ulang jenazah Brigadir J sudah dilakukan Rabu (27/7/2022).

Ketua tim dokter forensik, Ade Firmansyah Sugiharto menyebut hasilnya bakal keluar dalam 4 hingga 8 pekan.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Politik dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan hasil autopsi itu bisa dibuka pada publik.

“Ada yang mengatakan hasil otopsi itu hanya boleh dibuka atas perintah hakim. Menurut saya itu tidak benar,” jelas Mahfud ditemui di Kemenko Polhukam, Jumat (29/7/2022).

“Yang benar itu hasil otopsi harus dibuka kalau diminta hakim, tapi kalau tidak diminta, tidak dilarang dibuka,” imbuh dia.

Baca Juga: Kejanggalan Aksi Komnas HAM Saat Konferensi Pers Kasus Brigadir Joshua: Lipat Kertas dan Sebut Ada Nomor Telepon Keluarga, Ini Respon Warganet

(*)

Artikel Terkait