Intisari-Online.com - Seperti apa sejarah Museum Kerata Api Ambarawa?
Museum Kereta Api Ambarawa merupakan salah satu tempat wisata sejarah yang ada di Semarang.
Di Museum Kerata Api Ambarawa ini terdapat koleksi perekeretaapian dari masa Hindia Belanda hingga pra kemerdekaan RI yang meliputi sarana, prasarana dan perlengkapan administrasi.
Beberapa koleksi sarana perkeretaapian heritage seperti 26 Lokomotif Uap, 4 Lokomotif Diesel, 5 Kereta dan 6 Gerbong dari berbagai daerah.
Di museum ini, tersimpan puluhan lokomotif kereta api uap kuno buatan tahun 1800-an yang sudah tidak berfungsi.
Selain itu, di antara kereta api uap kuno yang tersimpan di sana, ada pula yang masih aktif, misalnya lokomotif B 2502, yang digunakan sebagai kereta wisata dengan rute Stasiun Ambarawa ke Bedono.
Pengunjung juga bisa menikmati wisata relasi Ambarawa-Tuntang (pp) dengan lokomotif penarik jenis lokomotif uap maupun kereta diesel vintage.
Salah satu wisata sejarah yang menarik untuk dikunjungi, seperti apa sejarah Museum Kereta Api Ambarawa?
Museum Kereta Api Ambarawa dulunya merupakan sebuah stasiun bernama Stasiun Willem I, dan dibangun oleh Nedherlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM).
Stasiun tersebut diresmikan pada 21 Mei 1873.
Nama Willem I disematkan sesuai nama benteng logistik dan barak militer Hindia Belanda—Benteng Willem I, yang letaknya tak jauh dari stasiun.
Masyarakat setempat hingga kini menyebutnya sebagai Benteng Pendem (terpendam).
Melansir kompas.com, Ambarawa sendiri dipilih sebagai tempat dibangunnya benteng tersebut karena lokasinya yang strategis sebagai benteng pertahanan militer setelah Perang Diponegoro (1825-1830).
Ambarawa dapat disebut sebagai kota militer yang menyokong kota garnizum Magelang guna mengontrol daerah pedalaman.
”Pembangunan rel kereta api di Ambarawa sangat penting untuk pengerahan militer Hindia Belanda waktu itu,” kata Djoko Setijowarno, pengamat transportasi yang juga dosen pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata kepada kompas.com.
Saking pentingnya wilayah Jawa Tengah, pada era Hindia Belanda, seluruh wilayah kabupaten atau kota di Jateng dilewati jalur kereta api. Dan hanya ada satu kabupaten yang tidak dilewati jalur kereta api, yakni Salatiga, di mana salah satu alasannya adalah faktor geografis.
Kota Ambarawa menjadi pelintasan dari arah Semarang menuju Yogyakarta dan Surakarta.
Pembangunan jaringan kereta api di Ambarawa oleh NISM juga merupakan syarat yang harus dipenuhi perusahaan tersebut guna mendapatkan izin konsensi pembangunan jalur kereta api pertama Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta).
NISM diwajibkan membangun jalur kereta api cabang lintas Kedungjati-Ambarawa sepanjang 37 km guna keperluan militer.
Lalu, sebagai tempat pemberhentian akhir dibangun Stasiun Willem I (Stasiun Ambarawa).
Pada 1 Februari 1905 dilanjutkan pembangunan jalur kereta api ke Secang-Magelang yang terdapat jalur kereta khusus, rel bergerigi.
Pada awal pengoperasiannya, Stasiun Willem I digunakan sebagai sarana pengangkutan komoditas ekspor dan transportasi militer di sekitar Jawa Tengah.
Kemudian pada 1976, stasiun ini dinonaktifkan untuk dijadikan sebagai Museum Kereta Api oleh Gubernur Jawa Tengah pada saat itu, Supardjo Rustam.
Adapun, alih fungsi stasiun menjadi museum merupakan upaya untuk menyelamatkan lokomotif uap.
Stasiun Ambarawa juga dipilih karena memiliki latar belakang sejarah yang berkaitan dengan Pertempuran Ambarawa.
Selain itu, Stasiun Ambarawa pada saat itu masih menyimpan teknologi kuno yang masih bisa dioperasikan.
Untuk Anda yang ingin mengunjungi Museum Kereta Api Ambarawa, lokasinya ada di di Kelurahan Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Jam operasional terbaru Museum Kereta Api Ambarawa adalah setiap hari pukul 08.00-16.00 WIB.
(*)
Ingin mengetahui lebih banyak tentang sejarah kerata api Indonesia? Silakan beli koleksi Intisari terbaru diGrid StoreatauGramedia.