Intisari-Online.com - Para penguasa dan elite masyarakat di banyak peradaban kuno biasanya tak hanya memiliki seorang istri.
Mereka juga memiliki selir atau gundik untuk beberapa tujuan.
Tujuannya yakni untuk meningkatkan prestise pria melalui kemampuannya untuk menghasilkan anak.
Tak hanya itu, kepemilikan akan gundik juga kesempatan tak terbatas untuk memanjakan hasrat seksual mereka.
Dalam Islam, mengambil selir juga diperbolehkan.
Bunyi surat An-Nisa ayat ketiga dalam Al-Quran menyatakan bahwa seorang pria dapat menikah dengan maksimal empat wanita jika dia dapat memperlakukan mereka dengan adil.
Adapun jika dia tidak mampu menjadi adil di antara istri-istri yang banyak, dia hanya boleh menikahi satu wanita atau bergantung pada budak perempuan atau selirnya.
Selir dianggap dapat diterima sebagai kebutuhan sosial hanya di bawah pedoman tertentu.
Pada zaman kuno, mengambil dua selir pernah diizinkan di bawah rezim Islam.
Praktik mengambil selir dari kalangan wanita non-Muslim yang diambil sebagai tawanan perang pernah terjadi setelah Pertempuran Bani Qariza.
Sebelumnya, di zaman kuno (Pagan/Pra-Islam), jual beli budak manusia pun merupakan praktik yang legal secara sosial.
Namun, setelah hadirnya Islam, ajaran agama ini menganjurkan untuk membebaskan para budak perempuan atau membawa mereka ke dalam pernikahan formal.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR