Masyarakat Torajat percaya bahwa bayi yang telah meninggal itu kembali tubuh dan besar seiring tumbuhnya pohon tarra, yang tidak boleh ditebang karena dianggap memutus kelanjutan hidup sang bayi.
Uniknya lagi, posisi lubang kuburan juga menentukan kasta keluarga sang bayi, semakin tinggi kastanya dalam masyarakat, maka lubang kuburan di batang pohon pun semakin tinggi.
Menurut kepercayaan Suku Toraja, memakamkan bayi yang belum tumbuh gigi di batang pohon bila dimakamkan seperti orang dewasa, maka jiwanya akan merayap seperti ular dan disambar petir untuk diselamatkan.
Oleh karena itu jenazah bayi dimakamkan secara khusus.
Ada satu syarat yang harus dilakukan ketika dilaksanakan ritual pasilliran, yaitu ibu kandung bayi tidak diperbolehkan melihat proses penyimpanan bayi di pohon.
Ibu bayi yang meninggal juga tidak boleh melihat kuburan anaknya itu selama setahun.
Menurut kepercayaan suku Toraja, jika sang ibu mleihat bayi yang sudah meninggal akan membuat dia kesulitan mendapatkan bayi yang sehat kelak dan ini juga dianggap sebagai hal yang tidak pantas.
Meski tradisi ini perlahan memudar, namun kuburan bayi ini masih bisa ditemukan di Tana Toraja sebagai salah satu cara melestarikan budaya asli.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR