Advertorial
Intisari-Online.com – Sementara umat manusia berkeinginan untuk melakukan ritual dan memperingati kematian mereka, ada banyak perbedaan dalam budaya yang dianggap sakral.
Meski demikian, ada perbedaan yang begitu besar dalam budaya yang satu dengan yang lain, mungkin dianggap suci oleh satu budaya, sementara yang lain menganggapnya duniawi.
Seperti di Barat, yang menganggap mayat adalah suci, karena pengaruh Kristen yang mengatakan baha tubuh duniawi akan bangkit kembali.
Orang Barat mengubur jenazah, atau mengkremasi dan mengubur jenazahnya di dalam guci pemakaman atau menggunakan guci kremasi yang unik untuk menyimpan abunya di rumah.
Apakah akan dikuburkan atau dikremasi, namun tubuh itu dihormati.
Tetapi, di belahan dunia lain, yaitu di Tibet, cara mereka menghormati kematian sangat berbeda.
Pendekatannya sangat berbeda yang mungkin membuat orang Barat sangat terkejut dengan ritual kematian mereka.
Ritual kematian yang mereka lakukan di Tibet adalah Sky Burial atau Pemakaman Langit.
Pemakaman langit atau sky burial merupakan praktik umum di Tibet dan telah berlangsung selama ribuan tahun.
Alih-alih penguburan atau kremasi, setelah seseorang meninggal, jenazahnya dibawa ke vihara khusus.
Di tempat itu, seorang operator pemakaman langit akan memotong-motong mayat itu.
Mereka kemudian meletakkan sisa-sisa di situs pemakaman langit khusus untuk memberi makan burung nasar.
Burung nasar dianggap suci oleh orang Tibet.
Setiap malam para Lama, atau guru spiritual, di biara membaca sutra, atau kitab suci, untuk orang yang sudah meninggal, yang bisa berlangsung sepanjang malam.
Salah satu alasan mengapa orang Tibet melakukan ritual Pemakaman Langit adalah karena mereka mempraktikkan agama Buddha.
Memberi makan tubuh burung nasa dianggap sebagai tindakan amal, atau kebaikan terakhir.
Dalam pikiran mereka, roh orang tersebut terus bergerak dan tubuh adalah wadah kosong, ini disebut perpindahan roh.
Dengan mengekspos tubuh ke unsur-unsur dan hewan pemulung, maka tubuh dikembalikan ke bumi semurah mungkin.
Pilihan untuk melakukan pemakaman langit adalah Jhator, tindakan kemurahan hati.
Ajaran Buddha mengajarkan welas asih untuk semua makhluk dan meninggalkan tubuh sebagai makanan untuk bumi dan makhluknya dianggap sebagai tindakan terakhir dari welas asih.
Tibet memiliki 1.075 situs pemakaman langit dan 100 orang untuk melakukan ritual itu.
Ritual tersebut berlangsung di biara-biara, seperti Biara Drigung Til, yang merupakan biara terbesar.
Mereka memproses sekitar 10 mayat sehari di biara berusia 900 tahun itu.
Ritual kematian dianggap keberuntungan atau diberkati dengan keberuntungan.
Dibutuhkan operator pemakaman langit yang terampil sekitar 2-3 jam untuk ‘membedah, menghancurkan, dan memberi makan mayat-mayat itu kepada burung nasar’.
Ritual-ritual itu merupakan bagian penting dari kehidupan orang Tibet, dan para operator pemakaman langit merasa dihargai saat mereka melakukan pekerjaan suci itu.
Operator pemakaman langit hanya beristirahat satu hari dalam sebulan, yaitu pada tanggal 19, melansir thelivingurn.
Ini karena, menurut sutra Buddhis Tibet, makhluk-makhluk suci di Surga berkumpul bersama pada hari di bulan ini, dan mereka tidak ingin melihat atau mencium bau darah.
Meskipun mungkin terdengar aneh bagi kebanyakan orang, atau setidaknya sangat berbeda, orang Tibet memiliki alasan yang sangat spesifik untuk praktik ini.
Salah satu alasan praktis pemakamanlangit adalah karena tidak banyak kayu yang dapat ditemukan, karnea sebagian besar Tibet berada di atas garis pohon.
Artinya, membakar tubuh hanya diperuntukkan bagi orang-orang dengan status sosial yang sangat tinggi.
Alasan praktis lain dilakukannya pemakaman langit adalah bahwa tanah di Tibet keras dan berbatu, yang membuat penggalian kuburan menjadi tantangan tersendiri.
Praktik pemakaman langit atau sky burial ini diakui oleh pemerintah pusat dan daerah Tibet, dan praktiknya sangat dilindungi.
Pemerintah melarang pengunjung luar untuk mengamati atau berpartisipasi dalam ritual dan tidak ada yang diizinkan untuk mengambil foto.
Praktik-praktik ini menunjukkan rasa hormat terhadap ritual dan orang mati itu sendiri.
Meskipun ada dua cara lain agar orang Tibet dapat meletakkan mayat mereka untuk ‘beristirahat’, kremasi dan penguburan air, namun pemakaman langit sangat populer dan dipraktikkan oleh sekitar 80 persen populasi.
Sebagai contoh, pemerintah pusat Tibet membangun krematorium yang tidak digunakan selama beberapa bulan.
Krematorium tersebut dibangun pada Oktober 2000, dan jenazah pertama dikremasi di sana baru selesai Januari 2001.
Kremasi tidak populer di kalangan orang Tibet karena tradisi ribuan tahun.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari