Bank Dunia juga menyoroti bengkaknya subsidi energi dan listrik tersebut banyak dinikmati oleh masyarakat golongan atas.
Padahal seharusnya, subsidi ini dinikmati oleh masyarakat kecil.
Berdasarkan laporan, rumah tangga kalangan menengah atas mengonsumsi antara 42 - 73 persen solar bersubsidi dan 5-29 persen LPG bersubsidi.
"Subsidi ini sebagian besar menguntungkan rumah tangga kalangan menengah dan atas. Jika kedua subsidi ini dihilangkan, maka bisa menghemat 1 persen dari PDB pada harga tahun 2022," sebut Bank Dunia.
Penghapusan subsidi energi
Bank Dunia menyebut subsidi energi bisa diganti dengan bantuan sosial yang secara pasti lebih punya target untuk masyarakat miskin, rentan, dan kalangan calon kelas menengah dengan biaya yang lebih murah, yaitu 0,5% dari PDB.
Hal ini juga menguntungkan bagi pemerintah, karena pemerintah mendapat penghematan tambahan fiskal bersih sebesar 0,6 persen dari PDB.
Selain itu sementara subsidi energi dapat menahan inflasi karena adanya dorongan biaya (cost-push inflation) dalam jangka pendek mengingat harga komoditas tetap stabil, kebijakan subsidi ini tidak akan berkelanjutan secara jangka panjang.
"Dengan demikian, harus ada alasan yang kuat mengenai perlunya rencana keluar dari subsidi energi tinggi melalui transmisi harga (passthrough) secara bertahap dan beralih ke subsidi yang ditargetkan untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan," sebut Bank Dunia.
KOMENTAR