Intisari - Online.com -Seorang buronan Jepang dituduh menyelundupkan hampir 960 juta Yen (Rp 104 miliar) dari subsidi pandemi Covid-19 akhirnya dideportasi dari Indonesia Rabu ini, seperti dilaporkan pihak imigrasi Indonesia.
Melansir Reuters, Mitsuhiro Taniguchi, yang ditangkap oleh polisi Indonesia di pulau Sumatra awal bulan ini, terbang menuju Narita dari Jakarta, seperti dilaporkan oleh Douglas Simamore, pejabat imigrasi Indonesia.
"Pria ini dideportasi karena pemerintah Jepang telah menghanguskan paspornya dan dia tidak punya izin tinggal. Dari sekarang, dia akan masuk dalam daftar tahanan kami," Douglas Simamore.
Taniguchi dituduh oleh otoritas Jepang membantu mencuri 960 juta Yen (Rp 104 miliar) yang merupakan subsidi UMKM di Jepang.
Subsidi ini dimaksudkan membantu UMKM yang terkena dampak pandemi Covid-19.
Taniguchi diduga mendaftarkan ribuan aplikasi palsu untuk program subsidi ini kemudian terbang ke Indonesia pada Oktober 2020 setelah dia diburu kepolisian.
Mantan istrinya dan kedua anaknya telah ditangkap atas dugaan keterkaitan dengan tuduhan tersebut, seperti telah dilaporkan media Jepang.
Pihak Indonesia mengatakan Taniguchi mengatakan kepada penduduk Sumatra bahwa dia ingin berinvestasi di industri peternakan ikan di wilayah tersebut.
Meningkatnya kasus penipuan subsidi UMKM di Jepang
Sementara itu dikutip dari The Mainichi, sejumlah kasus penipuan telah merebak di Jepang, mengeksploitasi program subsidi Covid-19 dari pemerintah pusat yang dimaksudkan untuk mendukung bisnis-bisnis yang terdampak dengan berat.
Keluarga Taniguchi adalah salah satu penipu subsidi UMKM ini, sementara seorang pegawai Biro Pajak Regional Tokyo dan lainnya dengan curang menerima pembayaran sejumlah 200 juta Yen (Rp 21 miliar).
Program subsidi Covid-19 ini membagikan dana sampai 2 juta Yen (Rp 219 juta) untuk perusahaan kecil dan menengah yang mana pendapatannya menurun setengahnya karena pandemi Covid-19.
Tidak ada keperluan mengembalikan bantuan ini, dan tidak ada batas mengenai bagaimana uang ini dihabiskan.
Sekalinya aplikasi subsidi mulai diterima pada 1 Mei 2020 dan segera setelahnya status darurat Covid-19 diterapkan di seluruh negara.
Setelah itu situs resmi bantuan Covid-19 tersebut dibanjiri dengan pendaftar, dan untuk sementara waktu sulit diakses.
Pada tenggat waktu Februari 2021, sekitar 4,24 juta pendaftar telah dibuat dan total 5,5 triliun Yen (Rp 600 triliun) sudah dibagikan ke pendaftar.
Namun segera setelah pendaftaran diterima, kasus penipuan dilaporkan di seluruh Jepang.
Menurut Kementerian Ekonomi, Industri dan Perdagangan, mayoritas penipu melibatkan pendaftaran menggunakan form pengembalian pajak yang melaporkan pekerjaan palsu, gaji palsu, dan informasi palsu lainnya.
Telah ada beberapa kasus di mana pendaftar menyelundupkan lebih dari 100 juta Yen dari keuntungan Covid-19 itu.
Metode umum dipakai adalah mendaftarkan form pengembalian pajak dengan berbohong bahwa mereka lupa mendaftarkan dokumen tahun sebelumnya.
Telah ada beberapa kasus terulang pendaftaran palsu menggunakan nama-nama yang berbeda, menuntun kepada meningkatnya kerugian dari penipuan ini.
Pemerintah Jepang telah menuntut bahwa bisnis yang dianggap tidak pantas menerima keuntungan ini untuk mengembalikan pembayaran, dan menyatakan bahwa dalam kasus di mana mereka tidak cocok dengan persyaratan, itu akan mengungkapkan nama dan alamat pemohon, dan mengajukan tuntutan pidana dalam beberapa kasus.
Sementara jika pembayaran dilaporkan dan dikembalikan secara sukarela, pemerintah berencana membebaskan para pihak dari tuntutan pidana.
Pada 26 Mei, 15.427 kasus penipuan telah dilaporkan, dan total 16,6 miliar yen, atau sekitar $ 120 juta, telah dikembalikan.
"Orang-orang telah menyalahgunakan program yang menempatkan kepercayaan atas integritas individu," papar seorang pejabat senior Kementerian Ekonomi, Industri dan Perdagangan.
Pada awal program subsidi, ada beberapa langkah bantuan virus corona yang diberikan oleh pemerintah pusat, dan mendistribusikan manfaat dengan cepat telah menjadi prioritas utama.
Akibatnya, proses penyaringan aplikasi terganggu.
Hingga Agustus 2020, informasi pelamar, termasuk nama, pekerjaan, dan penghasilan, belum diverifikasi, dan pembayaran dilakukan selama bisnis memenuhi syarat bahwa penghasilannya turun hingga di bawah setengah dari jumlah sebelumnya.
Dokumen yang diperlukan disimpan seminimal mungkin -- salinan formulir pengembalian pajak dan buku besar penjualan, SIM, dan materi sejenis lainnya. Pelamar bahkan diizinkan untuk menyerahkan dokumen tulisan tangan serta foto-foto mereka.
Selain itu, pihak berwenang hanya memindai dokumen tersebut dan jarang dapat memeriksa materi palsu.
Jika nama pada ID yang dikirimkan dan formulir pemohon sama, pemohon berhak menerima pembayaran.