Kemudian, Paul Verkerk datang ke rumah orang tua Isah agar ia dapat membawanya tinggal bersama.
Namun, ayah Isah menolaknya. Kesadaaran dan tanpa pemaksaan dari Verkerk adalah bukti bahwa ia benar-benar cinta kepada Isah tanpa unsur pemaksaan.
Isah adalah lambang kesetiaan, bahkan sekalipun Verkerk (kekasihnya) mengalami kebangkrutan karena kehilangan pekerjaan di perkebunan Kopi, di Bagelen, ia rela berjualan keliling untuk memenuhi kebutuhan kekasih dan anaknya.
Kisah cinta yang bersemi diantara keduanya lantas mengantarkan kebahagiaan ditengah golek pertentangan Belanda terhadap hubungan antar-ras pada abad ke-20.
Meski dianggap sebagai novel fiktif, Wiggers berhasil menguak fakta diantara kehidupan nyai era Hindia-Belanda, yang setia dan mau berjuang demi kekasih dan anak yang dicintainya.
Menggunakan Verkerk dan Isah sebagai tokoh utama, novel ini sangat populer di abad ke-20.
Bagi pribumi, utamanya novel ini sangat menggugah dan menawarkan sisi lain romantisme ras Belanda dan Jawa era penjajahan.
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR