Intisari-Online.com - Rencana Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) untuk menemui Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menarik perhatian sejumlah media asing.
Diketahui Presiden Jokowi akan menemui Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di dua tempat terpisah antara tanggal 29 atau 30 Juni 2022.
Pertama-tama, Presiden Jokowi akan bertemu dengan Presiden Zelensky di Kiev, Ibu Kota Ukraina.
Selanjutnya, Presiden Jokowi baru akan mengunjungi Presiden Putin di Moskow, Ibu Kota Rusia.
Lalu apa kata media asing tentang rencana Presiden Jokowi menemui dua presiden yang sedang berkonflik ini?
Dilansir dari tribunnews.com pada Rabu (29/6/2022), berikut penjelasan singkat dari media asing terkait rencana rencana Presiden Jokowi menemui Vladimir Putin dan Volodymyr Zelensky.
Menurut Reuters, sebagai Ketua G20, Presiden Jokowi mendesak kedua negara untuk kembali melakukan pembicaraan damai.
Apalagi, selain menjadi Ketua G20, Presiden Jokowi juga menjadi salah satu dari enam pemimpin dunia yang ditunjuk PBB untuk Global Crisis Response Group (GCRG).
GCRG sendiri dibentuk untuk mengatasi ancaman gelombang kelaparan akibat dari perang Rusia dan Ukraina.
Sementara AFP, Aljazeera, dan France24 mengutip pernyataan Presiden Jokowi, di mana pertemuan itu membawa misi untuk membawa perdamaian dan perang harus dihentikan.
Untuk Arabnews, media asing ini memfokuskan pada rencana Presiden Jokowi yang ingin menyelesaikan krisis energi dan pangan global yang sedang berlangsung.
Sebab krisis ini sangat berdampak bagi negara-negara miskin dan berkembang.
Akan tetapi, Ben Bland, seorang pakar politik internasional, menyampaikan pertemuan Presiden Jokowi dengan Vladimir Putin dan Volodymyr Zelensky itu tidak akan memberikan hasil yang besar.
Namun dia menyakini peranan Indonesia terkait perang Rusia dan Ukraina sangat penting.
Menurut Bland, ini karena Indonesia menjadi salah negara berkembang terbesar di dunia. Dan Indonesia juga bersahabat baik dengan Rusia dan Ukraina.
Tambahan lain, Indonesia mengantut sistem politik “Bebas Aktif”, yang artinya mereka negara non-blok dan berusaha tidak memihak.
Hal senada disampaikan oleh Derek Grossmann, seorang Analis Pertahanan Senior dari RAND.
Katanya posisi Indonesia yang seperti itu akan membantu negosiasi dan penyelesaian damai.
Terakhir, Dr Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, seorang peneliti hubungan internasional Indonesia di University of Queensland, Australia, menyatakan Presiden Jokowi berharap G20 tidak akan menjadi medan perang karena perang Rusia dan Ukraina.
Meski dia juga tidak terlalu yakin Indonesia bisa menengahi konflik untuk mengakhiri perang.
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com,Kompas.tv |
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR